Catatan Ramlo R. Hutabarat : Gerilya Politik Para Pejabat Pemkab Tapanuli Utara

Gerilya Politik Para Pejabat Pemkab Tapanuli Utara

17 Juni 2014 pukul 20:46
Hasil pemilu 2014 Tapanuli Utara, mengejutkan banyak kalangan. Para pengamat dan pemerhati sebelumnya, menduga pasangan Saur- Menerep akan memenangkan pertarungan ini. Wajar dan pantas,  sebab  pasangan Saurma didukung sepenuhnya oleh Toluto, yang waktu itu Bupati Tapanuli Utara. Tapi apa mau dikata. Saurma keok dan dibuat bertekuk lutut oleh pasangan Nikson-Mauliate. Maka, tamatlah dinasti Toluto di daerah ini. Toluto pun akhirnya menjadi bagian dari masa lalu Tapanuli Utara saja. Dia pun tidak lagi menjadi apa-apa dan juga tidak siapa-siapa.

Kondisi itu diikuti dengan gedebak-gedebuknya para pejabat di Tapanuli Utara, termasuk para kepala sekolah. Mereka seakan dikejar bayangan, merasa bersalah karena dalam pemilukada mendukung pasangan Saurma dengan segala cara dan daya termasuk dana. Begitu pasangan Nikmat dinyatakan keluar sebagai pemenang, banyak pejabat di daerah ini yang grasa-grusu tak karu-karuan. Ini juga wajar dan pantas, sebab dimana-mana biasa sekali ketika kepala daerah berganti, pejabat-pejabatnya pun akan berganti pula. Dan pergantian pejabat pemerintahan, kata orang merupakan suatu hal yang wajar dan pantas antara lain untuk penyegaran.

Maka, begitu Nikson - Mauliate dilantik ramai-ramailah oknum pejabat di Tapanuli Utara yang berniat pindah tugas ke daerah lain. Ragam cara dan gaya yang mereka lakukan, agar bisa segera pindah tugas. Biasalah. Ada yang melakukan berbagai upaya pendekatan kepada kepala-kepala daerah lainnya terutama daerah tetangga Tapanuli Utara. Pemkab Humbang Hasundutan, Pemkab Samosir dan Pemkab Toba Samosir antara lain menjadi tujuan utama. Lobbi-lobbi pun dilakukan, dengan sistem apa saja, selain pendekatan keluarga. Dan orang Batak memang, pasti memiliki hubungan keluarga dengan siapa saja orang Batak lainnya. Saya misalnya, memiili hubungan keluarga dengan Maddin Sihombing yang Bupati Humbang Hasundutan, karena Mamak saya Boru Sihombing dari Lintongnihuta. Dengan Kasmin Simanjuntak yang Bupati Toba Samosir juga saya memiliki hububngan keluarga sebab salah seorang Anggi Boru saya yang bermukim di Bandar Lampung adalah Boru Simanjuntak. Sementara, Bintatar Hutabarat yang sepupu saya menikah dengan Boru Simbolon sedang Bupati Samosir adalah Mangindar Simbolon.

Jamilin Purba yang Kepala BKD Tapanuli Utara misalnya, spontan mencari peluang di Pemkab Humbang Hasundutan. Ini wajar dan pantas, sebab dia itu kan putra asal Kecamatan Pakkat. Termasuk Jhon Harry Marbun yang Kepala Dinas Pertanian, juga mengambil ancang-ancang di Pemkab Humbang Hasundutan. Biar Siantar Man, marga Marbun kan umumnya asal Humbang Hasundutan dari Pollung atau Baktiraja. Keduanya belakangan diketahi lalu lalang Tarutung - Doloksanggul untuk mengurus perpindahannya. Sedang Rudolf Manalu yang Kepala Dinas Pendidikan yang asal Pakkat tapi lahir dan besar di Jakarta, memilih pindah ke Pemprop Sumatera Utara.

Supaya berhasil dalam misinya, mereka melakukan apa saja seperti yang sudah disebutkan tadi. Termasuk melakukan gerilya politik melalui politisi daerah yang dituju atau politisi nasional lainnya. Tak heran kalau Harry mencoba mendekati Bangun Silaban yang sekarang Ketua DPRD Humbang Hasundutan yang berasal dari Partai Demokrat. Sementara Jhonny Allen Marbun semua orang tahu adalah politisi Partai Demokrat yang Anggota DPR RI meski pun lahir dan besar di Samosir.

Stagnasi

Dalam situasi yang seperti itu, jalannya roda pemerintahan di Tapanuli Utara pun akhirnya menjadi seakan mandeg. Di satu sisi Nikson- Mauliate belum juga berhasil mengganti para pejabat (baru)nya, sedang di sisi lain sudah banyak pejabat yang buat ancang-ancang untuk hengkang dari Tapanuli Utara. Dalam soal ini nampaknya memang, NIKMAT agak lamban bahkan terkesan gamang. Sudah lebih dua bulan dilantik sampai sekarang, belum satu pun pejabat eselon II yang bisa diganti dan dilantik. Ketika Nikson - Mauliate belum juga melakukan pergantian sedang banyak pejabat yang buat ancang-ancang hengkang, kondisi pemerintahan pun akhirnya nyaris jalan di tempat. Stagnasi.

Lihat misal sektor pendidikan dan kepegawaian. Nikson jauh-jauh hari sudah memplot Jamel Panjaitan untuk diposisikan sebagai Kepala Dinas Pendidikan menggantikan Rudolf Manalu. Termasuk, memplot Erikson Siagian menjadi Kepala BKD menggantikan Jamilin Purba. Tapi keduanya sampai sekarang belum juga dilantik padahal sudah diusulkan kepada Gubernur Sumatera Utara. Padahal, kedua sektor ini sangat penting dan barangkali merupakan sesuatu yang utama.

Sekarang memang, Rudolf sudah digudangkan (dinonjobkan) dan sebagai penggantinya dihunjuk Simanullang yang sekarang Sekretaris Dinas Pendidikan. Dalam pikiran saya, sikap dan tindakan Nikson ini sangat riskan dan bisa fatal. Sebab, posisi Kepala Dinas Pendidikan sudah diplot untuk Jamel Panjaitan, alapagi Simanullang bukanlah seorang yang berlatarbelakangkan begu (bekas guru) Dan, di sisi lain pertengahan Juli mendatang sudah dimulai tahun ajaran baru dengan menggunakan kurikulum baru pula. Bagaimana seorang Simanullang bisa diharapkan bekerja maksimal ?

Masalah lain, berbagai proyek pun menyusul akan segera dilaksanakan secara khusus di Dinas Pendidikan. Misalnya, proyek-proyek yang sumber dananya berasal dari DAK, seperti pengadaan buku dan alat peraga, pembangunan ruang kelas baru/ rehabilitasi dan barangkali juga pengadaan mobilier untuk ruang kelas murid. Saya tidak tahu siapa yang melaksanakan ini semua nanti, apakah Simanullang atau siapa. Meski pun, ada Hanapang Simamora yang Kepala Bidang Program dan Perencanaan dan Rudi Sinaga yang PPK untuk proyek-proyek DAK. Sementara, pengadaan buku khususnya yang sesuai dengan Kurikulum 2013 akan mulai digunakan mulai tahun ajaran baru mendatang. Dalam rangka pelaksanaan berbagai proyek, sudah barang tentu pihak kontraktor harus melakukan berbagai komitmen dengan Pemkab. Lantas dalam hal ini, apakah pihak kontraktor akan secara langsung melakukan komitmen dengan Nikson ? 

Terhambatnya mutasi dan pelantikan para pejabat eselon II di Tapanuli Utara, sudah barang tentu memiliki sebab musabab. Apa sebab musababnya secara pasti, sudah barang tentu Nikson yang tahu serta pejabat di BKD-nya. Saya sendiri sebagai pemerhati tentu saja cuma bisa mereka-reka. Dan rekaan saya, sudah pasti belum tentu benar.

Dalam pandangan saya, kenapa pelantikan pejabat eselon II di Pemkab Tapanuli Utara belum juga dilakukan dikarenakan belum adanya rekomendasi Gubernur Sumatera Utara. Seperti yang sudah jamak diketahui, pelantikan seorang PNS yang sebelumnya menduduki jabatan eselon III utuk menduduki jabatan eselon II harus melalui rekomendasi gubernur. Dan rekomendasi gubernur, secara tradisi di Sumatera Utara tidak akan didapatkan kalau menggunakan sepatu. Artinya, tak bisa memakai sepatu untuk mendapatkan rekomendasi gubernur. Apa boleh buat, itulah fakta yang takperlu dipungkiri.

Nikson agaknya terpaku dengan janji-janji kampanyenya tempo hari. Antara lain dia menjanjikan tempo hari, tidak akan melakukan pengutipan dalam bentuk uang agar PNS menduduki jabatan. Dan janji itu agaknya ditepati Nikson,padahal janji politik bukanlah dosa kalau diingakari. Namanya saja janji politik. Nikson agaknya ingin berupaya bersih memimpin Tapanuli Utara, dan ambisinya untuk memperbaiki daerah ini sangat dipegangnyaa teguh. Padahal, menurut saya pemimpin pada masa kini di negeri kita ini adalah pemimpin yang kotor. Ketika pemimpin berupaya bersih putih, akan mandeg dan stagnasilah jalannya penyelenggaraan roda pemerintahan.

Sekiranya Nikson mau bersih dan putih seputih salju, itu cuma bisa dilakukannya ketika sesuatu itu berada dalam kewenangannya di daerah kekuasaannya saja. Ketika menghadapi pemerintah atasan, omong kosong Nikson bisa putih seputih salju. Dia harus melakukan gerilyya juga, termasuk ketika berupaya melobbi pendapatan baik dari pemerintah pusat mau pun pemerintah propinsi. Bahkan, DAU dan DAK serta dana-dana Adhock lainnya harus dilakukan dengan ragam cara dan gaya. Orang-orang di Bappenas sana atau di Dirjen Anggaran nyaris semuanya adalah Manusia Indonesia. Dan bagaimana Manusia Indonesia, wartawan kawakan almahurm Mukhtar Lubis sudah menerangkannya dalam sebuah buku hasilkaryanya.

Lantas sekiranya saya adalah Nikson Nababan, saya akan perintahkan Jamel Panjaitan dan Erikson Siagian untuk mengurus sendiri rekomendasinya kepada Gubernur Sumatera Utara. Atau, saya keluarkan sendiri duit saya untuk mendapatkan rekomendasi itu.

Cocok kam rasa ?
___________________________________________________________________________________________________________________________
Tarutung, 17 Juni 2014
Ramlo R Hutabarat
___________________________________________________________________________________________________________________________

Share on Google Plus

About chompey

If you need me to solve your problem, just call me... at chompey@ymail.com

0 komentar:

Ads Inside Post