TERKAIT KEPUTUSAN BAPEK : PNS YANG DIPECAT AKAN KEMBALI BEKERJA


Tarutung ( )
 Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan, beberapa Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara yang dipecat oleh Bupati akhirnya menemui titik terang. BAPEK melalui sidang tertanggal 22 November 2012 yang lalu memutuskan pembatalan pemecatan mereka. Sekretariat Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) Republik Indonesia ketika dikonfirmasi mengenai Surat Keputusan mengenai hasil sidang perkara pemecatan PNS yang lalu mengatakan bahwa Surat Keputusan tersebut telah dikirimkan ke Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara tertanggal 12 Februari 2013. “Surat Keputusan BAPEK atas nama 5 PNS Pemkab Tapanuli Utara sudah kami kirim tertanggal 12 Februari 2013 dan penyerahan ke yang bersangkutan oleh PPK dalam hal ini Bupati Tapanuli Utara. Untuk lebih jelasnya saudara bisa tanyakan ke BKD Kabupaten Tapanuli Utara”, ujar sekretariat BAPEK ketika dikonfirmasi melalui official website BAPEK, Selasa (2/4) yang lalu.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, Drs. Jamilin Purba, MM ketika dikonfirmasi melalui sms perihal Surat Keputusan Sidang yang telah dikirimkan oleh BAPEK terkait sengketa pemecatan PNS mengakui bahwa surat tersebut telah sampai ke tangan BKD Tapanuli Utara. “Sudah kita terima dan sudah kita bicarakan dengan para pejabat terkait, mungkin minggu ini telah dapat diterima yang bersangkutan lewat pimpinan SKPD yang bersangkutan”, ujar Jamilin disela-sela kesibukannya mengikuti rombongan Bupati melakukan kunjungan kerja ke Daerah Kecamatan Simangumban (2/4).
·         Mutasi besar-besaran
Perlu diketahui bahwa pemecatan 5 (lima) orang PNS yang bekerja di Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara bermula dari tindakan sewenang-wenang Bupati yang memutasikan PNS di wilayah kerja Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara – dan menurut sumber yang layak dipercaya – pemutasian besar-besaran itu terjadi pasca Pemilihan Umum tahun 2008 kemarin di mana para PNS yang merupakan lawan politik Bupati dimutasikan dan di – non job – kan. Tidak tanggung-tanggung, ada ribuan orang yang dimutasi dan di – non job – kan. “Sejak 2008 hingga sekarang ada seribuan PNS dimutasikan dan di nonjobkan, mereka tersebar diberbagai SKPD di berbagai kecamatan”, ujar Sofian Simanjuntak – salah seorang dari PNS yang dipecat. “Bahkan yang lebih buruk,  Bupati (Toluto, red) juga seakan membunuh PNS dan keluarganya secara perlahan, di mana seorang PNS yang telah berkeluarga dipisah jauh dari keluarganya”, ujar Alpha Simanjuntak – juga seorang PNS yang dipecat. “Namun sangat disayangkan, hanya 20 orang yang berani bersuara dan menolak kelaliman Bupati”, sambung Sofian.
Alhasil akibat tindakan sewenang-wenang tersebut para PNS yang dimutasikan menuntut keadilan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara perkara mereka dibagi ke dalam 5 register. Register 69 atas nama Drs Joksen Sijabat dan Drs Sofian Simanjuntak. Register 70 Ir Mutiara Hutasoit, Drs Bernad Aruan dan Marihot Marpaung BA. Register 71 adalah Jhonny Sigalingging SKM. Register 73 Erty Panent SE Msi, Jonri Sinaga, Riris Aritonang. Register 74 masing masing Delima Simarangkir, Mastur Sinaga, Zulkifli Sitompul, Rince Situmorang, Resmi Siringoringo, Tiamin Samosir, Paruntungan Sianturi, Rosnita Silalahi, Marlena Sitompul dan Ropina Siahaan. Sementara penggugat dengan register perkara 75 dikalahkan oleh PTUN. Keadaan ini terjadi setelah hakim anggota Bambang Wicaksono SH dalam persidangan membacakan setting opinion. Dijelaskan, terjadi perbedaan pendapat diantara tiga majelis hakim sehingga diputuskan melalui pemungutan suara yang pada akhirnya mengalahkan penggugat dengan perbandingan 1:2.
·         Menyangkut kerugian negara Rp. 180 milyar
Dalam sidang perkara tersebut diatas, PTUN memenangkan para PNS dengan alasan bahwa maksud dan tujuan pemutasian adalah untuk efesiensi dan efektifitas kinerja PNS, kecuali PNS yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30/80 tentang Disiplin PNS dan keseluruhan PNS digaji dari Uang Negara atau Uang Rakyat yang bersumber dari pajak kenderaan bermotor, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain sumber pendapatan negara yang sah, namun akibat dari mutasi tersebut, banyak PNS yang tidak efektif dan efisien lagi dalam bekerja sehingga merugikan keuangan negara hampir 36 Milyar Rupiah. Mereka yang nonjob setiap hari datang ke kantor hanya menandatangani daftar hadir. Sebab, para PNS yang dinonjobkan tersebut terbilang tidak difungsikan. “Buat apa tetap di kantor, tugas tidak ada,” tandas Sofian Simanjuntak yang juga adalah sekretaris Korpri Taput sebelum di pecat sembari mengungkapkan bahwa terbitnya SK pemutasian kerap mendadak, sehingga menimbulkan keresahan di kalangan PNS. Atau dengan kata lain, banyak PNS yang hanya mendapat gaji buta tanpa bekerja, ujarnya.
Dijelaskannya lagi, jika dihitung-hitung, karena kondisi tersebut, sekitar Rp. 180 miliar uang negara untuk membayar gaji para PNS yang dinonjobkan tersebut sia-sia. “Rata-rata PNS yang di mutasi dan di nonjobkan adalah golongan III-IV, atau Eselon II dan III mendapat gaji sekitar Rp. 3 juta per bulan. Di Taput sendiri, ada sekitar seribuan PNS yang dimutasi sewenang-wenang, jadi jika 3 juta dikali sekitar seribuan PNS jumlah kerugian negara akibat tidak efektifnya kinerja mereka selama Pemerintahan Bupati Tapanuli Utara yang notabene adalah 5 Tahun adalah 180 milyar,” terangnya. Bagaimana tidak, belum lagi menjabat di satu jabatan selama hampir setahun, PNS sudah dimutasikan ke jabatan baru yang lain jurusan. Contohnya untuk saat ini dapat kita lihat bahwa Kepala RSU Tarutung sekarang di jabat oleh seorang Sarjana Hukum, Camat dijabat oleh guru SD, Perawat dan Bidan ditempatkan di Kantor Kecamatan, Inilah yang membuat pengadilan PTUN memenangkan gugatan para PNS yang dimutasikan tersebut.
Tidak puas kalah di PTUN karena merasa punya hak memutasi PNS – sesuai dengan perjanjian pada ujian seleksi PNS – yaitu bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia, Toluto mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Di Pengadilan tingkat ini pun PTTUN Medan menyatakan Toluto bersalah dan memerintahkan Bupati Tapanuli Utara ini untuk mencabut SK Pemutasian tersebut dan mengembalikan para PNS tersebut ke jabatan semula. Namun Toluto menolak Keputusan PTUN yang dikuatkan oleh PTTUN dan berkekuatan hukum tetap (incraft) ini dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.  Namun Mahkamah Agung menolak kasasi tersebut dan menguatkan putusan PTUN Medan.
·         DPRD TAPANULI UTARA “LEMAH” : PNS DIPECAT
Tidak puas sampai di sana, Toluto akhirnya mengulur waktu untuk melaksanakan Keputusan Mahkamah Agung tersebut sehingga membuat para PNS melakukan aksi unjuk rasa ke DPRD Tapanuli Utara dengan 3 point tuntutan, yaitu (1) Hentikan segala bentuk intimidasi dan pemutasian sewenang-wenang terhadap PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, (2) Laksanakan Keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan PNS dari pemutasian sewenang-wenang, dan (3) Hentikan kecurangan terstruktur dalam pelaksanaan Ujian Nasional siswa karena ini adalah pembodohan massal. Aksi demonstrasi mereka ini dilakukan dengan damai. Namun ketika mereka demonstrasi, ada sekelompok orang juga demonstrasi mendukung kebijakan Toluto, entah dari mana mereka berasal dan entah dari mana mereka tahu bahwa hari itu ada aksi demonstrasi para PNS menuntut putusan Mahkamah Agung dilaksanakan.
 Dalam demonstrasi tersebut, mereka mengadukan nasib mereka ke DPRD Tapanuli Utara yang ketika itu diterima langsung oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Tapanuli Utara, Fernando Simanjuntak. Fernando berjanji akan memfasilitasi dan berupaya menjadi mediator antar PNS dan Toluto. Namun kenyataannya, keluarlah Keputusan Toluto memberhentikan para PNS yang berdemo tersebut dengan tidak atas permintaan sendiri. SK Pemberhentian ini tertuang dalam Keputusan Bupati Tapanuli Utara nomor 862/05/BKD/II/2012, 862/07/BKD/II/2012, 862/09/BKD/II/2012, 862/15/BKD/II/2012, 862/16/BKD/II/2012 tanggal 15 Maret 2012.
Pemecatan tersebut masing-masing atas nama Drs. Joksen Sijabat (Mantan Sekretaris BAPPEDA), Drs. Sofian Simanjuntak (Mantan Camat Pahae Jae), Junielda Pakpahan, S.E., Ir. Longgam Panggabean (Mantan Kadis Perikanan dan Peternakan), dan Drs. Alpa Simanjuntak, M.Pd (Mantan Kepala Sekolah SMA Neg. 1 Siborong-borong).  Dasar hukuman pemecatan adalah PP No. 53 Tahun 2010 tentang Hukuman Disiplin PNS pada Pasal 3 angka 3, Pasal 3 angka 6, dan Pasal 4 angka 6. Selain pemecatan kelima mantan pejabat tersebut, Bupati Tapanuli Utara juga menurunkan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun untuk 8 (delapan) orang PNS untuk kasus yang sama. Dimana satu diantaranya adalah seorang guru sertifikasi yang ditetapkan menjadi staf dinas dan terpaksa harus kehilangan masa kerja selama 4 (empat) tahun dan kehilangan hak sertifikasinya. Hal ini dikarenakan pada guru berlaku masa kerja hingga umur 60 (enam puluh) tahun sedangkan pada staf biasa berlaku masa kerja hingga 56 tahun.
Alpha Simanjuntak yang dipecat sesuai Surat Keputusan (SK) Bupati Tapanuli Utara No 862/16/BKD/II/2012, Tanggal 15 Maret 2012, tentang penjatuhan hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dasar pemecatan dalam SK disebutkan, Alpha telah melanggar ketentuan Pasal 4 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil yang berbunyi setiap PNS dilarang melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara. Alpa sendiri terakhir berpangkat Pembina VI/a dan bekerja sebagai guru di SMP Negeri I Simangumban, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara. 
Saat dihubungi, Drs Alpha Simanjuntak MPd yang pernah menjadi Calon Wakil Bupati Taput periode 2009-2014 berpasangan dengan Drs Edward Sihombing MM membenarkan dirinya menerima SK pemecatan itu. Ia mengaku kesal dan marah. Menurutnya, Pasal 4 angka (6) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 yang dijatuhkan terhadap dirinya dalam SK pemecatan tersebut tidak memiliki dasar pembuktian hukum. ”Saya tidak mengerti apa hubungan pasal penjatuhan hukuman disiplin ini dengan tuduhan perbuatan yang saya lakukan,” ujarnya. Menurutnya, pengertian bunyi pasal 4 angka 6 PP 53 Tahun 2010 itu merupakan perbuatan tindak pidana korupsi. ”Saya tidak habis pikir dan merasa sangat aneh, mengapa Bupati memiliki penalaran hukum yang sangat dangkal? Anggaran apa yang saya korupsi dengan status sebagai guru dan berapa nilai nominal yang saya korupsi yang telah merugikan Negara?", ucapnya dengan sedikit nada kecewa.
·         BUPATI, KETUA PENGADILAN NEGERI TARUTUNG, DAN MENDAGRI “SIKSA” ERTY PANENT.
 Belum lagi yang dialami oleh Erty Panent, PNS di Pemkab Taput yang melayangkan gugatan terhadap Bupati Torang Lumbantobing (Toluto) ke PN Tarutung, mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari atasan dan rekan-rekannya sesama staf di Kantor Camat Pangaribuan. Erty mengaku, saat berada di kantor dirinya merasa dikucilkan. Erty Panent menggugat Toluto lantaran putusan MA yang memenangkan gugatannya (untuk kasus penurunan pangkat dari III/d ke III/c) dan memutuskan agar Toluto mengembalikannya ke posisi semula sebelum dimutasikan tidak dijalankan. Erty Panent memenangkan gugatan tersebut, di mana Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang tidak digubris oleh Toluto mengakibatkan Pengadilan Negeri Tarutung menghukum Toluto dengan 6 (enam) amar putusan untuk kasus gugatan Erty Panent yang pangkatnya diturunkan oleh Toluto setingkat lebih rendah dari III/d ke III/c.
Dalam memori gugatan Erty dijelaskan, dirinya selaku penggugat diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 26 Januari 1993 dengan pangkat golongan ruang IIIa, yang selanjutnya diangkat menjadi PNS 24 Agustus 1994. Di mana dalam memori gugatan itu, Bupati disebut sebagai tergugat I, Torang Lumbantobing secara pribadi disebut sebagai tergugat II, dan Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Dalam Negeri disebut sebagai tergugat III
Selanjutnya, pangkat terakhir Erty, Penata TK.I (III/d) atau eselon IVa berdasarkan SK Bupati 20 September 2006. Selanjutnya, penggugat diangkat sebagai Kepala Seksi Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Gizi pada Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Taput. Kemudian, tergugat I dan II mengeluarkan keputusan memberhentikan dengan hormat PNS Erty Panent dari jabatan sebagai kepala seksi pada tanggal 3 Juni 2009, dan menjadikannya sebagai staf kantor Camat Siatas Barita.
“Berdasarkan SK tersebut, penggugat menilai banyak kejanggalan, sehingga penggugat pernah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Dalam amar putusan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) tanggal 17 Pebruari 2011 jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Medan 21 Juni 2010 jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 6 Januari 2010 disebut, tergugat I dihukum untuk mengembalikan kedudukan/jabatan penggugat ke jabatan semula. Artinya penggugat berada dipihak yang menang,” beber Raja Induk Sitompul, Kamis (12/4/2011) di Tarutung.
Raja Induk menyebut, sampai pada penjatuhan hukuman penurunan pangkat Erty tanggal 12 Januari 2012, putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu tidak dipatuhi oleh Toluto selaku Bupati, dan pihak yang dikalahkan oleh MA. “Penggugat malah diturunkan pangkatnya dari golongan IIId menjadi IIIc, sehingga gaji penggugat dari Rp 2.753.100 menjadi 2.455.700 terhitung sejak 1 Pebruari 2012,” ungkap Raja Induk. Raja Induk menegaskan, perbuatan tergugat I dan II tersebut, merupakan sebuah perbuatan melawan hukum (onrecht matige daad overheids). ”Sehingga, dalam hal itu penggugat mengalami kerugian material dan moril,” terangnya.
·         Tak Hadiri Sidang
Sidang pertama gugatan Erty, tidak dihadiri tergugat II Torang Lumbantobing. Yang tampak hadir dipersidangan, hanya Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Pemkab Taput, Bontor Hutasoit didampingi stafnya Marito Simanjuntak. Sidang yang berakhir pukul 11.51 WIB dan hanya berlangsung sekitar 5 menit itu, dipimpin Majelis Hakim, Dominggos Silaban SH, dengan panitera pengganti Dorman Sormin. Sidang akhirnya diundur hingga 3 Mei mendatang, karena tergugat II maupun kuasa hukumnya dalam kasus tersebut tidak hadir.
Saat persidangan tersebut, majelis hakim, hanya membacakan surat kuasa hukum tergugat I (Bupati Taput). Selanjutnya, karena tergugat II tak memenuhi surat untuk menghadiri sidang gugatan, majelis hakim memerintahkan kepada juru sita untuk menyurati kembali tergugat II (Torang Lumbantobing) guna menghadiri persidangan selanjutnya. Terkait ketidakhadiran tergugat II, Raja mengatakan, pihaknya berharap supaya perkara itu segera memiliki kepastian hukum, dan meminta kepada tergugat sebaiknya hadir ke persidangan. Sehingga nantinya proses persidangan tidak tertunda-tunda. “Intinya kita ingin masalah ini segera ada solusi dan kepastian hukum,” ucapnya.
·         Mendari Layak Pecat Toluto
Disisi lain, Raja Induk menambahkan, dalam momori gugatan Erty disebutkan, agar tuntutan penggugat tidak menjadi illusoir kelak karena adanya kekhawatiran dan sangka yang beralasan dimana tergugat I dan II, tetap tidak mematuhi putusan sebagaimana yang telah dilakukan tergugat I dan II terhadap putusan PTUN dan dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung RI. Maka patut dan adil menurut hukum bila mana majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut meletakkan sita conservatior beslag atas harta benda tidak bergerak milik tergugat I dan II yang terletak di Jalan Siwaluompu, Naheong, Tarutung (rumah milik Toluto).
Dalam memori gugatan tersebut, disebutkan, seluruh PNS di wilayah negara RI di bawah naungan Menteri Dalam Negeri (tergugat III-red) dan manakala tergugat I dan II dengan sewenang-wenang menurunkan pangkat dan tidak mematuhi putusan hukum, maka patut dan adil menurut hukum bila mana tergugat III mengusulkan pemecatan tergugat I dan II selaku Bupati Tapanuli Utara.
Dan, memori gugatan lainnya disebutkan, karena gugatan tersebut diajukan dengan bukti-bukti autentik yang tidak dapat disangkal kebenarannya, patut adil menurut hukum bilamana putusan perkara ini dapat dijalankan dengan serta merata (uitvoerbar bij vorraad) atau atas dasar bukti Putusan PTUN dan MA.
 
Terpisah, juru sita, Daniel Manurung menyebutkan, jika tanggal 26 Maret lalu dirinya sudah mendatangi Kantor Bupati Taput yang beralamat di Jalan Letjen Suprapto No I Tarutung dan Rumah Dinas Bupati Tapanuli Utara Jalan Jend Ahmad Yani (Tangsi) Tarutung untuk menyampaikan relas panggilan untuk menghadiri persidangan. Namun, Torang Lumbantobing selaku tergugat II kata Daniel tidak bersedia ditemui. “Kita sudah mendatangi Kantor Bupati dan rumah Dinas Bupati. Namun dia (tergugat II) tidak mau bertemu dan menandatangai relas panggilan sidang, dan kita akan memanggilnya lagi,” terang Daniel.
Ketua Majelis Hakim Dominggus Silaban di dampingi hakim anggota, Setia Sri Mariana dan Relson M Nababan menyatakan bahwa perbuatan tergugat I (toluto) merupakan perbuatan melawan hukum, menghukum Bupati Tapanuli Utara untuk melaksanakan eksekusi atas putusan PTUN Medan, No. 73/G/2009/PTUN Medan, tanggal 6 Januari 2010, jo putusan Pengadilan Tinggi TUN Medan, No. 69/B/2009/PTUN Medan, tanggal 21 Januari 2010, jo putusan MA Nomor. 431/K/TUN/2010, tanggal 17 Pebruari 2011 yang mempunyai kekuatan hukum tetap atas nama penggugat Erty Panent SE. Kemudian, menghukum agar Bupati Tapanuli Utara, membayar tunjangan jabatan penggugat selama 41 bulan yang untuk setiap bulannya Rp600 ribu, terhitung sejak Juli 2009, sampai putusan perkara tersebut dibacakan. Sehingga total tunjangan yang harus dibayarkan senilai Rp24.600.000.
Selanjutnya, menghukum Torang Lumbantobing agar membayar kerugian penggugat untuk biaya transportasi akibat pemindahan tugas penggugat keluar Kota Tarutung, yakni dari domisili penggugat di Tarutung ke Kecamatan Pangaribuan, terhitung sejak April 2010 hingga Nopember 2012 senilai Rp35 ribu per hari dikali 31 bulan, yakni senilai Rp13.640.000 kepada Erty Panent SE. Pada poin ke-5 amar putusan majelis hakim dinyatakan, mengukum Torang Lumbantobing untuk membayarkan uang paksa sebesar Rp10 juta untuk setiap bulannya dan diserahkan kepada penggugat. Pembayaran uang paksa tersebut dibayarkan dari gaji/tunjangan Torang Lumbantobing setiap bulannya melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Balige, dengan ketentuan supaya pembayaran uang paksa dimaksud dilakukan secara berkesinambungan sampai dengan Bupati Tapanuli Utara mematuhi/melaksanakan isi putusan hakim PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan pada amar putusan ke-6, majelis hakim menyatakan, bahwa putusan itu dapat dilaksanakan serta merta, meskipun ada upaya hukum yang dilakukan oleh tergugat-tergugat. Tak hanya itu, hakim juga menyatakan bahwa seluruh ongkos perkara tersebut dibebankan kepada Bupati Tapanuli Utara, Torang Lumbantobing yang diperkirakan mencapai Rp1.376.000,-
Untuk kasus ini, Ketua Pengadilan Negeri Tarutung, Rosmina, SH., MA., - menurut sumber yang layak dipercaya – tidak mengeluarkan perintah eksekusi kepada panitera pengganti untuk melaksanakan  hukuman tersebut sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan adanya permintaan dari pihak tergugat (toluto, red).
Alain Delon Simanungkalit
Menyikapi hal ini, Alain Delon Simanungkalit, Ketua LSM Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (FORKORINDO) Wilayah Tapanuli mengatakan bahwa bagaimana mungkin ada permintaan khusus dari tergugat untuk menunda pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan sementara dikatakan dengan jelas di dalam amar putusan tersebut bahwa putusan itu dapat dilaksanakan serta merta, meskipun ada upaya hukum yang dilakukan oleh tergugat-tergugat. “Kami sudah laporkan masalah ini ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan nomor 00010/BP/A /OL/3/2013 dimana laporan tersebut juga menyangkut Peraturan Pemerintah No.36 tahun 2011 dimana rangkap jabatan sebagai anggota MUSPIDA bagi seorang hakim atau ketua pengadilan sudah tidak diperbolehkan lagi, namun hingga sekarang ketua pengadilan negeri Tarutung masih menerima jatah sebagai unsur muspida Tapanuli Utara.
Terkait masalah penerimaan “jatah” sebagai unsur MUSPIDA Tapanuli Utara, Kepala Kejaksaan Negeri Tarutung, Simanjuntak mengaku sedikit terkejut dan kurang yakin akan penjelasan wartawan. “Walaupun jumlahnya sedikit, hanya sekitar Rp. 700.000,-, namun hal itu merupakan perbuatan yang tidak dapat dipuji”, ujarnya. “Peraturan Pemerintah No.36 tahun 2011 jelas-jelas sudah melarang untuk rangkap jabatan”, lanjutnya. “Mudah-mudahan itu tidak benar, namun akan saya tanyakan secara pribadi”, ujarnya mengakhiri pembicaraan.
·         BUBARKAN MA, PUTUSANNYA MANDUL DI TAPANULI UTARA
Perjuangan panjang para PNS yang hampir satu periode kepemimpinan Bupati Tapanuli Utara, Torang Lumbantobing, akhirnya menemui titik terang pasca diterimanya Keputusan BAPEK oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara sebagaimana yang dibenarkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, Drs. Jamilin Purba, MM melalui telepon selulernya. “Kemungkinan Minggu ini mereka akan diterima lagi dan sudah dapat bekerja sebagaimana biasa”, ujar Jamilin. “Mudah-mudahan apa yang dikatakan oleh Kepala BKD Tapanuli Utara itu terlaksana, kita lihat saja”, ujar Sofian Simanjuntak. Jawaban Jamilin mengisyaratkan bahwa perjuangan panjang para PNS yang dipecat tersebut akhirnya membuahkan hasil. Hal itu mengisyaratkan juga bahwa perjuangan hukum melalui lembaga YUDIKATIF dalam hal ini PTUN, PTTUN, dan Mahkamah Agung, terakhir melalui Pengadilan Negeri Tarutung tidak membuahkan hasil. “Lalu buat apa lembaga itu ada? Bubarkan sajalah!, di Tapanuli Utara ini, putusan setingkat Mahkamah Agung saja tidak berlaku apalagi setingkat PN, PTUN, dan PTTUN sudah pasti tidak berlaku”, ujar Alain Delon sambil berlalu. (C.Sib)
Share on Google Plus

About chompey

If you need me to solve your problem, just call me... at chompey@ymail.com

0 komentar:

Ads Inside Post