Catatan : Tarutung, Dari Salib Kasih Sampai Sarajevo

Oleh : Ramlo Hutabarat

Tarutung, kata orang kota rohani. Lengkapnya, Kota Wisata Rohani. Saya tidak tahu persis apakah sebutan ini sudah memiliki dasar hukum. Perda (Peraturan Daerah) misalnya, atau Perbup (Peraturan Bupati) Yang saya tahu, si Rohana sesekali buka celana di tepian Aek Sigeaon yang membelah kota Tarutung. Celana si Rohana dibukanya untuk dicuci karena sudah tiga hari dikenakannya terus menerus.

Salib Kasih di Kecamatan Siatas Barita, dijadikan sebagai ikon kota Tarutung. Hampir sama dengan Piso Gaja Dompak, yang berasal dari stempel Raja Sisingamangaraja  di Kabupaten Humbang Hasundutan, plus kalimat Huta Mas , Mandiri dan Sejahtera. Juga nyaris sama dengan Sapanoktok Mangambei Hitei bagi Kota Pematangsiantar, dan Habonaron do Bona bagi Kabupaten Simalungun. Sedang Semen Padang membuat slogan yang populer : Kami sudah berbuat sebelum yang lain memikirkannya. Meski pun bagaimana juga Kecap Cap Bangau adalah Nomor 1.

Ide pembuatan Salib Kasih di puncak gugusan Pegunungan Bukit Barisan di Kecamatan Siatas Barita, berasal dari Lundu Panjaitan waktu dia menjadi Bupati Tapanuli Utara. Pembangunannya diteruskan oleh Bupati-bupati Tapanuli Utara berikutnya seperti almarhum TMH Sinaga, RE Nainggolan, serta Torang Lumbantobing. Alhasil, Salib Kasih pun terkenal di berbagai daerah. Entah dari mana saja orang datang ke Salib Kasih dengan alasan untuk berwisata rohani. Di sana memang, ada Rumah Doa termasuk yang dibangun oleh Si Raja Nabarat. Padahal, berdoa dimana pun sama saja.

Konon, Salib Kasih dibangun disana karena tempat itu dulunya merupakan lokasi Nommensen berdoa begitu sampai di Rura Silindung. Dari ketinggian Bukit Barisan missionaris asal Jerman itu melayangkan bola matanya seluas-luas mata memandang. Nommensen berkeyakinan, Rura Silindung merupakan lahan basah untuk Berita Keselamatan. Dia berikrar dalam hati, akan menyebarkan Injil sebagai Terang Dunia dengan memulainya dari Rura Silindung. Kelak Berita Keselamatan menyebar ke Toba, Humbang, Samosir bahkan Simalungun. Juga Mentawai dan belantara Jambi khususnya bagi Orang-orang Sakai (Kubu)

Kalau belakangan Salib Kasih diplesetkan orang dengan Salib Kekasih bahkan Silap Kasih, agaknya   itu tak terlalu soal. Urusan orang yang memplesetkannyalah itu. Meski pun, mereka punya alasan untuk mengatakan itu. Masalahnya, acap sekali memang orang datang kesana sekalian untuk saling berkasih-kasihan. Bahkan, pada malam hari di tengah gelapnya malam  diselimuti embun yang dingin bagai menusuk sampai ke sumsum, acap kali terlihat disana mobil berhenti yang bergoyang-goyang. Seperti tengah terjadi gempa tektonik saja. Tak jelas mengapa mobil itu bergoyang-goyang padahal tak ada yang menggerakkannya.

Tak jauh dari Salib Kasih arah ke Onan Hasang di Kecamatan Pahae Julu setelah melewati Desa Pansur Napitu yang juga masuk teritorial Kecamatan Siatas Barita, orang Tarutung pun mengenal suatu tempat yang dinamai Sarajevo. Pada awalnya dulu, Sarajevo merupakan sejenis kafe kelas kampung yang dihuni beberapa perempuan yang disebut waiters. Mereka, sekaligus bisa diajak tidur untuk beberapa jenak untuk melepaskan syahwat laki-laki. Tak peduli apa dan siapa laki-laki itu, sepanjang dia mau dan berminat. Biar wartawan, guru, pendeta atau maling ayam serta copet. Yang penting, perempuan yang disebut waiters itu dibayar dengan jumlah yang sudah disepakati bersama. Tak ada tarif resmi.

Tapi beberapa waktu kemudian, muncul pula rumah-rumah bordir di kawasan itu yang sekaligus merangkap kedai-kedai minuman. Pengunjungnya cukup ramai, terutama para supir truk jalan panjang lintas Sumatera. Begitu pun, laki-laki lain dari berbagai profesi tak ada larangan untuk mengunjunginya. Siapa saja dan dari mana saja. Biar Orang Tarutung, atau Orang Siantar seperti saya. Well come dan bebas memilih siapa perempuan yang diajak tidur. Yang penting begitu selesai, ya bayar. Habis soal dan tak ada perkara.

Sebelum meniduri perempuan yang bertebar disana, siapa saja bisa menenggak minuman keras yang memang tersedia disana. Mau berapa gelas,juga tak jadi soal. Biar sampai sempoyongan bahkan mabuk berat juga tak soal. Yang penting, sekali lagi, harus membayar. Tidak bisa membayarnya pakai sepatu apalagi pakai selop. Harus pakai uang (kontan) 

Pemkab Tapanuli Utara agaknya tidak mau tahu dengan situasi dan kondisi di kawasan Sarajevo itu. Kalau pun mereka tahu, ya pura-pura tidak tahu sajalah. Yang mereka peduli dan perhatikan cuma Salib Kasih saja. Setiap tahun, dikucurkan juga dana dari APBD untuk pembenahan Salib Kasih disana-sini. Kalau dana yang dialokasikan untuk Salib Kasih itu ditilep oleh oknum-oknum tertentu, bukanlah suatu persoalan yang perlu dipermasalahkan. Soal tilep menilep uang yang bersumber dari APBD, bukan cuma terjadi di Dinas Pariwisata Tapanuli Utara saja. Biasa dan bisa. Kenapa rupanya ?

Sebagai warga asal Tapanuli Utara, saya punya usul kepada Pemkab Tapanuli Utara agar peduli dan penuh perhatian kepada perempuan-perempuan yang di Sarajevo itu. Termasuk, perlunya perhatian dan kepedulian terhadap para pengusaha minuman beralkohol disana. Ini perlu, supaya berimbang dan semua sektor diperhatikan pengembangannya. Apalagi, dengan adanya Sarajevo, laki-laki terutama Orang Tarutung yang doyan tidur dengan pelacur murahan bisa terlindungi dari penyakit menyeramkan dan membahayakan.

Pemkab Tapanuli Utara yang dalam hal ini Dinas Kesehatan, saya usulkan agar melakukan semacam imunisasi terhadap pelacur-pelacur kelas teri disana. Misalnya, dengan melakukan suntikan anti sipilis dan penyakit kelamin lainnya terhadap mereka secara berkala tapi berkesinambungan. Kalau itu tidak dilakukan, kasihan anak negeri Tarutung.  Boleh jadi seorang laki-laki yang tidur dengan lonte disana ketularan penyakit kelamin, dan menularkannya pula kepada istrinya. Boleh jadi pula, anak mereka juga bisa lahir dengan mengidap penyakit raja singa yang mengerikan. Akh, saya tidak mampu membayangkan bagaimana kalau itu terjadi.

Pemkab Tapanuli Utara juga diharapkan melakukan pembinaan terhadap pengusaha kedai minuman di Sarajevo agar cuma menjual minuman keras yang berkualitas saja. Jangan pula ikut-ikutan seperti pengusaha kafe di Jawa sana yang menjual minuman keras oplosan. Bisa berbahaya bagi kesehatan Orang Tarutung, bahkan bisa mematikan. Termasuk, Pemkab Tapanuli Utara selayaknya mengawasi pengusaha minuman keras disana agar tidak menjual minuman keras dengan merek tertentu yang dipalsukan. Bisa membahayakan bagi yang mengkomsumsinya. Banyak sudah korban minuman keras palsu. Mati mendadak setelah sempoyongan.

Baik Salib Silap, ekh, maaf, Salib Kasih mau pun Sarajevo sama-sama memerlukan perhatian serta kepedulian Pemkab Tapanuli Utara. Kedua lokasi itu, sama-sama menguntungkan semua pihak baik anak negeri Tarutung mau pun Pemkab Tapanuli Utara. Dengan adanya Sarajevo, laki-laki Tarutung yang doyan tidur dengan lonte tak perlu jauh-jauh lagi harus ke Parapat atau Siantar sana. Bisa jadinya menghemat dari segi waktu dan uang. Pemkab Tapanuli Utara pun tentu punya keuntungan meski pun keuntungan itu masuk dalam kocek sendiri. Paling remis, jualan orang-orang di Dinas Kesehatan bisa laris manis meski pun obat-obatan yang didrop berasal dari APBD Tapanuli Utara.

Oalah. Tarutung, kota rohani. Padahal si Rohana sering juga buka celana di tepian AekSigeaon.
Share on Google Plus

About chompey

If you need me to solve your problem, just call me... at chompey@ymail.com

1 komentar:

Ads Inside Post