Catatan Ramlo R. Hutabarat : Di Tapanuli Utara, Tak Ada Lagi Gembala Bersuling di Punggung Ternak

Di Tapanuli Utara, Tak Ada Lagi Gembala Bersuling di Punggung Ternak


foto : Flickr
Orang Batak antara lain dikenal sebagai pangallang jagal termasuk pelahapikan (air tawar) Dan, orang Batak juga dikenal dengan masakan khasnya antaralain saksang, panggang, tanggo-tanggo, tubis, natinombur, naniura, sampainapinadar hingga sipitu dai. Orang Batak juga memiliki ramuan atau bumbu-bumbukhas sebagai bahan masakan makanan itu, antara lain andaliman yang aromanyawangi mengundang selera tinggi. Dan rumah-rumah Batak bersebar di se-anteropertiwi bahkan ada di  Surabaya, Manado,  sampai ke Sorong di Papua sana.

Saya tidak tahu apakah ada hubungan pangallang jagal ini dengan tradisiOrang Batak yang membagi-bagi juhut atau daging hewan saat melakukan perhelatan(pesta adat) Dalam setiap perhelatan memang, pasti ada bahagian acara untukmembagi-bagi keratan daging meski masing-masing cuma mendapatkan secuil. Dan,semua pihak yang terlibat dalam perhelatan itu akan mendapatkannya, baik pihakdongan tubu, boru, mau pun hula-hula bahkan ale-ale serta dongan sahuta. Takjarang, karena mendapatkan bagian yang dirasa tidak adil bisa saja terjadi adumulut yang menjurus adu fisik dalam suatu perhelatan. Karena itu, ada kalimatdalam Bahasa Batak ‘marbada ala ni jagal satanggo’

Sangkin gemarnya melahap daging, Orang Batak juga dikenal sebagai pemakandaging ular, biawak, musang, padidit, sampai sikke, bolut, buritcak sampaibagudung saba. Orang Pahae misalnya, dikenal sebagai pelahap daging ular yangterkenal. Di kedai-kedai tuak di Onan Joro sampai ke Sarulla sana acap kaliditemukan hidangan daging ular (sawah) yang dijadikan tambul sambil mitu.Dentingan senar gitar pun semakin nyaring dan melenting dipetik anak negeriyang semakin larut malam semakin oyong-oyong sedikit dipengaruhi minuman tuak.

Boleh jadi karena siallang jagal, sejak dahulu kala Orang Batak dikenalsebagai peternak yang ulung dan tangguh. Apalagi, tradisi adat Batak pastiberkaitan dengan jagal dan mendapatkan secuil juhut pun dari sebuah perhelatanmerupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi Orang Batak. Jenis ternak yangpaling populer dipelihara anak negeri disana adalah babi, lembu atau sapi, hinggakuda. Orang-orang di Samosir sejak akhir 1970-an mulai memelihara kambing yangmarjampal di lereng-lereng pebukitan yang terjal dan tandus disana.

Alkisah, di Tanah Batak dahulu kala memang terdapat ternak yang cukupbanyak. Nyaris tak ada rumah tangga yang tidak memiliki ternak, baik babi ataukerbau. Kalau sapi atau lembu serta kambing memang belakangan saja didatangkan(pemerintah) ke Tanah Batak. Ingat saja lagu Pulo Samosir ciptaan almarhumNahum Situmorang yang mengkisahkan betapa banyaknya ternak di Tanah Batak. ‘Gokdi si hansang, nang eme nang bawang, rarak nang pinahan di dolok i’

Karenanya, anak negeri di Tanah Batak pada masa lalu umumnya pernah menjadigembala untuk ternaknya masing-masing. Bukan saja kerbau yang merekagembalakan, tapi juga babi apalagi ketika beranak. Tugas gembala di Tanah Bataksaat itu, bukan saja menggembalakan ternaknya dengan membawanya ke parjampalanna lomak/ padang penggembalaan. Tapi sekaligus menjadi pengumpul kotoranternaknya yang berserakan entah dimana saja untuk diolah menjadi kompos/ pupukkandang yang sangat bagus digunakan untuk berbagai tanaman. Pada masa lalu, adajuga keasyikan anak-anak di Tanah Batak untuk mengejar-ngejar ternak hinggaterberak-berak. Begitu kotoran ternak keluar setelah dikejar-kejar, dimasukkanke hirang untuk dibawa pulang ke bibir desa dijadikan kompos.

Saat menggembalakan kerbaunya, remaja Batak khususnya yang laki-lakimenghabiskan waktunya pula sambil menunggu senja diusir malam untuk berserulingdi tengah padang penggembalaan/ jampalan na lomak. Bunyi seruling hanyut dibawasemilir angin melintas pebukitan hingga ke permukiman-permukiman anak negeri,dan sawah serta ladang. Suaranya yang mendayu-dayu merayu, bahkan bisa menyayathati hingga bagai menusuk ke kalbu. Seruling atau disebut orang juga suling,yang terbuat dari bambu sebesar induk jari tangan hingga sebesar induk jarikaki. Di banyak waktu, remaja Batak meniup sulingnya di punggung ternaknya yangberjalan perlahan sambil manggagat duhut.


Konon, Saribu Raja salah seorang putra Guru Tatae Bulan pada masa remajanyadituturkan sehari-hari bekerja sebagai gembala. Dia membawa ternaknya kesekitar Batu Hobon sekarang di dekat Arsam di Kecamatan Sianjur Mulamula yangsampai sekarang saja pun ditumbuhi rumput yang menghijau. Maka, Si Boru Paremepun, salah seorang Itonya datang kesana untuk mengantarkan tugo saudarakembarnya itu. Sambil menunggu senja temaram, Saribu Raja pun meniup sulingnyayang mendayu dan merayu hingga Si Boru Pareme tertidur pulas di tengah padang.Suatu ketika, kedua bersaudara kembar ini minggat ke kawasan Sabulan setelah SiBoru Pareme berbadan dua akibat hubungan terlarang yang melahirkan Si RajaLontung.

Tapi di masa kini seiring dengan berlalunya zaman, Orang Batak tidak lagimemiliki ternak yang cukup banyak seperti di masa lalu. Akibatnya gampangditebak, Orang Batak di Tanah Batak sekarang terpaksa harus mendatangkan hewandari luar daerahnya untuk dikomsumsi. Boleh jadi ternak terutama babi,belakangan harus didatangkan dari Simalungun bahkan dari Lampung. RajinSihombing, seorang pengusaha sukses di Jakarta asal Kecamatan Lintongnihutamengatakan kepada saya, sekarang ini Orang Batak di Tanah Batak harus memasokbabi dari Lampung untuk dikomsumsi. Ini sebuah tragedi, pikir saya.

Lembu atau sapi dan kerbau, menurut cerita pedagang ternak kepada saya,harus mereka datangkan dari Aceh atau Simalugun bahkan dari Pulau Jawa danSumatera Barat. Bahkan pula, untuk rumah-rumah makan baik di Porsea, Balige,Laguboti, Siborongborong, Tarutung, Doloksanggul hingga ke beberapa kawasan diSamosir dan Sidikalang, pasokan babi harus dilakukan .Kalau rumah-rumah makanitu tidak mendapat pasokan ternak babi dari Simalungun, Deli Serdang bahkanLampung, boleh jadi bisa tutup karena tidak memiliki stok. Celakanya, untukkeperluan pesta orang tuanya yang meninggal saja pun, orang-orang di TanahBatak acap kali kesulitan untuk mendapatkan ternak babi atau kerbau, ceritakawan saya.

Data yang saya dapatkan menyebut, pertumbuhan ternak selama dua tahunterakhir di Tapanuli Utara tidak terlalu menunjukkan perubahan besar. Misalnya,pada 2008 populasi kerbau sebanyak 16.168 ekor bertambah cuma menjadi 16.304ekor pada 2009. Sedangkan untuk ternak kecil seperti babi bertambah dari 32.034ekor pada 2008 menjadi 35,566 ekor pada 2009. Begitu juga unggas seperti ayam,hampir tidak bertambah berdasarkan angka statistik yang saya peroleh.

Jangankan ternak, di sub sektor perikanan darat pun Tapanuli Utaraterbilang masih melorot dan perlu mendapatkan perhatian Nikson – Mauliate yangsekarang menjadi Bupati/ Wakil Bupati Tapanuli Utara. Daerah ini selainmemiliki Danau Toba yang potensial untuk dijadikan lahan perikanan,  juga memiliki kolam, rawa , dan beberapaaliran sungai yang cukup panjang. Kalau saja semua itu dimanfaatkan untukpengembangan perirkanan darat, betapa dahsyatnya kekuatan ekonomi anak negeri.Sementara, Pemkab Tapanuli Utara sendiri sebenarnya memiliki Balai Benih Ikandi Kecamatan Parmonangan misalnya dan beberapa tempat lain tapi tidakdimanfaatkan dengan baik sampai sekarang.

Dalam Rencana Arah Pembangunan Kabupaten Tapanuli Utara 2014 – 2019 made inNikson – Mauliate, saya tidak melihat perhatian serius dalam sub sektorpeternakan dan perikanan ini. Boleh jadi saya salah, saya tidak melihat adanyaprogram khusus di bidang peternakan dan perikanan hingga akhirnya tak ada lagigembala yang berseruling di punggung kerbaunya. Termasuk, pemanfaatan kotoranternak pun tidak bisa (juga) dilakukan lagi seperti di masa lalu, hingga petanimasih saja akan tetap tertumpu pada penggunaan pupuk buatan pabrik. Padahal,pupuk buatan pabrik belakangan banyak yang sulo alias palsu seperti dikeluhkananak negeri

Dalam 15 butir Program Unggulan Nikson – Mauliate di Bidang Pertanian, sayahanya mendapatkan sebuah point meningkatkan produksi perikanan darat melaluibudi daya ikan kolam air tenang, kolam air deras dan pemberdayaan Balai BenihIkan di Desa Hutabarat, Kecamatan Pahae Jae, Kecamatan Siborongborong dan diKecamatan Sipoholon serta jaring apung di perairan Danau Toba di Kecamatan Muara.Sekali lagi, saya tidak menemukan program Nikson – Mauliate dalam bidangpeternakan dan perikanan yang jitu dan serta untuk memulihkan keadaan TapanuliUtara yang sesungguhnya sudah terbilang SOS dalam soal ini. Bagaimana tidakSOS, untuk kebutuhan pesta adat serta kebutuhan rumah-rumah makan saja TapanuliUtara harus mendatangkan ternak dari luar daerah itu. Konon pula untukdikomsumsi oleh anak negeri sehari-hari.
Nikson-Mauliate sungguh, harus memakai aparatnya yang memiliki kecakapanyang hebat dalam soal peternakan/ perikanan. Ini berguna agar mereka mampu dancakap untuk membuat program yang jitu dan pas yang dapat dilakuan oleh anaknegeri. Latar belakang pendidikan soal peternakan dan perikanan memangdiperlukan untuk orang-orang yang ditempatkan di bidang ini, tapi janganmengabaikan latar belakang pengalaman. Selain, mereka juga harus memilikikomitmen yang tulus dan ikhlas serta itikad baik untuk meningkatkan pendapatananak negeri.

Sungguh tidak sulit untuk berupaya mensejahterakan anak negeri. Sungguhtidak sulit mengembalikan kejayaan Tanah Batak khususnya dalam bidangpeternakan dan perikanan. Sungguh tidak sulit untuk menciptakan kembali ketikaanak gembala berseruling di punggung kerbaunya. Sungguh tidak sulit ketikaOrang Batak bisa mencicipi saksang, tanggo-tanggo, natinombur, naniura,panggang, sampai nanigotaan hingga sipitu dai.

Wahai. Duhai !
24 Mei 2014,
Ramlo R Hutabarat
______________________________________________________________________________________________
Share on Google Plus

About chompey

If you need me to solve your problem, just call me... at chompey@ymail.com

0 komentar:

Ads Inside Post