Cedera Menggenaskan Pendidikan di Tapanuli Utara

Oleh : Ramlo R Hutabarat

Pendidikan itu penting dan harus, apalagi pendidikan dasar. Kalau rakyat mau hidup makmur dan sejahtera, jalan satu-satunya cuma melalui pendidikan. Dan, tanpa pendidikan manusia tidak akan bisa maju dan berkembang, bahkan akan terbelakang. Apalagi, melalui pendidikan bukan cuma ilmu dan pengetahuan yang didapat. Juga termasuk budi pekerti yang luhur dan moral yang baik. Itulah sebabnya dulu ketika Perang Dunia II usai, Kaisar Jepang bertanya : Berapa lagi guru kita yang masih hidup ? Kaisar tidak bertanya berapa lagi jenderal mereka yang hidup setelah perang berakhir.

Tujuan kemerdekaan kita juga jelas dan tegas, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Merujuk Undang-undang Dasar 1945 pada Pasal 31 ayat 2 disebutkan, "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya" Sementara, Undang-undang  Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan mengatakan :"Pemerintah dan Pemerintah Daeragh menjamin terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun" Dan, pada Pasal 34 ayat 2 undang-undang tadi disebutkan : Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya"

Barangkali, hal itulah yang menjadi dasar pemikiran Torang Lumbantobing  kala menjadi Bupati Tapanuli Utara hingga menjadikan sektor pendidikan sebagai salah satu pilar utama pembangunan Tapanuli Utara selain sektor kesehatan serta sektor pertanian. Di semua kecamatan termasuk desa yang menyebar, Pemkab Tapanuli Utara di bawah kepemimpinanTorang didirikan berbagai sekolah termasuk sekolah-sekolah kejuruan. Sampai Tapanuli Utara ditinggalkan Torang sebagai bupati, ada 386 SD, 4 MI,  74 SMP, 2 MTs, 23 SMA, 1 MA, serta 19 SMK di daerah itu. Kecamatan Siborongborong adalah daerah yang paling banyak sekolahnya dengan 44 SD, 10 SMP, 4 SMU serta 3 SMK. Disusul Kecamatan Tarutung dengan 39 SD, 1 MI, 7 SMP, 7 SMU serta 2 SMK.

Ajang Politik

Biasalah. Pada masa kampanye pemilukada Tapanuli Utara lalu, Nikson Nababan pun yang kemudian terpilih menjadi Tapanuli Utara membawa jargon  p e r u b a h a n  yang digadang-gadangnya di berbagai tempat. Perubahan memang, hanya bisa diwujudkan melalui pendidikan mengingat dalil yang menyebut cuma lewat pendidikan saja perubahan dapat dicapai. Dan, anak negeri Tapanuli Utara memang sudah saatnya untuk berubah, sementara mereka pun sangat mendambakan perubahan itu. Sepanjang yang saya amati dan cermati, kemenangan Nikson hingga terpilih menjadi Bupati Tapanuli Utara antara lain disebabkan semboyannya tentang perubahan.

Maka demi dan atas nama perubahan itulah, dalam kampanyenya Nikson acap menjadikan sektor pendidikan sebagai alat kampanye.  Mulai dari thema pendidikan gratis, pemerataan pendidikan, pendidikan yang berkualitas, serta pendidikan yang cerdas. Anak  negeri Tapanuli Utara pun terbuai serta terpesona, dan Nikson pun segera mengganti  Rudolf Manalu sebagai Kepala Dinas Pendidikan Tapanuli Utara kepada Jamel Panjaitan yang didatangkan dari Pemkab Toba Samosir. Boleh jadi, Nikson beranggapan dan berkeyakinan di bawah kepemimpinan Jamel yang 'begu' (bekas guru) itu, janji-janji politiknya terhadap anak negeri Tapanuli Utara bisa diwujudkan.

Sepertinya memang, kelak begitu dilantik sebagai Bupati Tapanuli Utara Nikson tidak main-main dengan janji politiknya khususnya dalam sektor pendidikan. Dalam pertemuannya bersama kepala-kepala sekolah tak lama setelah Nikson dilantik, dia pun memberi instruksi agar pendidikan gratis bagi semua tingkatan sekolah diberlakukan. Instrruksinya ini pun diikuti dengan menerbitkan sebuah surat yang isinya melarang pihak sekolah untuk melakukan kutipan uang dengan dalih dan alasan apa pun. Melarang pihak sekolah untuk melakukan kutipan uang, mulai dari tingkat SD hingga SMTA. Dan entah bagaimana, baik pihak Dinas Pendidikan apalagi kepala-kepala sekolah, semuanya nurut, nrimo dan patuh.

Bumerang

Apalah mau dikata. Nikson agaknya lupa bahwa pendidikan itu menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Dia barangkali lupa atau tidak tahu, bahwa yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah pendidikan dasar saja. Nikson boleh jadi lupa atau tidak tahu, khusus untuk pendidikan dasar pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib membiayainya dan menjamin terselenggaranya wajib belajar  (Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 2, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 ayat 2, Pasal 34 ayat 2, serta Pasal 46 ayat 1) Nikson barangkali lupa atau tidak tahu kalau di luar pendidikan dasar merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat.

Sialnya, keputusan Nikson untuk menggratiskan pendidikan di semua tingkatan itu tidak mendapat masukan dari pihak mana saja. Baik Kepala Dinas Pendidikan Tapanuli Utara, Dewan Pendidikan Tapanuli Utara, kepala-kepala sekolah, komite-komite sekolah bahkan siapa saja yang menjadi pemerhati serta pengamat pendidikan di daerah itu. Tidak ada yang menjelaskan kepada Nikson, penggratisan pendidikan khususnya di tingkat SMTA tidak atau belum bisa diterapkan. Semakin sial pula, para Anggota DPRD Tapanuli Utara khususnya yang membidangi pendidikan, tidak ada yang membela kepentingan rakyat yang diwakilinya. Mereka justru semua bagai terbuai oleh 'angin sorga' yang dihembuskan Nikson.

Di Tapanuli Utara menurut data yang ada, persediaan guru bahkan pegawai administrasi di sekolah-sekolah masih merupakan persoalan yang mengganjal. Artinya, sekolah-sekolah yang ada di daerah ini masih kekurangan guru, dan untuk mengantisipasinya pihak sekolah mendatangkan guru dan pegawai honor. Sementara, untuk membayar honoraria guru dan pegawai tadi Pemkab Tapanuli Utara belum bisa berkaitan dengan kemampuan keuangan daerah itu. Jalan keluar yang ditempuh selama ini adalah tanggung jawab pembayaran honor para guru dan pegawai tadi dibebankan kepada pihak sekolah.

Bagi sekolah-sekolah di tingkat SD dan SMP, memang tak ada soal. Pihak kepala-kepala sekolah membayarkan gaji para tenaga honor itu dengan menggunakan Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang berasal dari APBN. Tapi bagi sekolah-sekolah di tingkat SMTA, Dana BOS tidak diperbolehkan untuk membayar honor guru dan tenaga admiistrasi. Dan untuk itulah pihak SMTA selama ini melakukan kutipan uang dari masyarakat (orang tua) melalui komite-komite sekolah. Dengan model seperti ini, kloplah memang bahwa pendidikan menengah itu menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta masyarakat.

Maka akibat kebijakan Nikson yang tidak biijaksana tadi, sebenarnya gampang ditebak. Pihak SMTA di Tapanuli Utara pun tidak memiliki kemampuan untuk membayar honor guru dan pegawai administrasinya. Praktis, sejak Juli hingga Oktober tahun ini mereka tidak (lagi) mendapatkan upah atau honornya. Jadilah mereka bagai tenaga relawan yang bekerja tanpa gaji atau upah yang kita semua tahu apa dan bagaimana akibatnya. Inilah yang saya maksudkan sebagai sebuah cedera pendidikan yang amat menggenaskan bahkan tak terlalu salah jika disebut sebagai tragedi atau malapetaka pendidikan. Sementara, kita tentu sependapat pada rumus yang menyebut : profesionalisme guru dipengaruhi oleh kesejahteraannya. Artinya lagi, bagaimana kita berharap di Tapanuli Utara terwujud pendidikan yang berkualitas, pendidikan yang cerdas kalau banyak gurunya yang tidak bisa mendapatkan upah ?

Untuk mengatasi persoalan ini sebenarnya gampang sekali jika Nikson mau. Larangan melakukan kutipan dari masyarakat untuk membiayai pendidikan harus diiringi dengan cara menampung gaji atau upah guru-guru honor tadi di APBD Tapanuli Utara. Jadi, baik Panitia Anggaran Pemkab Tapanuli Utara mau pun Badan Anggaran di DPRD Tapanuli Utara dituntut untuk bekerja keras menyusun anggaran sedemikian cermat, efektif serta efisien. Itu antara lain bisa dilakukan dengan memangkas berbagai belanja atau melakukan penghematan di berbagai lini. Kalau perlu, pembelian mobil dinas Bupati Tapanuli Utara yang sudah dianggarkan dalam PAPBD Tapanuli Utara 2014 ini dibatalkan saja dan penggunaan atau pemanfaatannya dan dialihkan untuk membayar honor para guru dan tenaga administrasi.

Atau, Nikson harus bersikap gentlemen serta kesatria untuk mencabut  dan membatalkan suratnya yang melarang kutipan uang dari masyarakat untuk membiayai pendidikan di tingkat SMTA.
________________________________________________________________________________________________________________________________________________
- Penulis adalah praktisi pers, pemerhati pendidikan, dan mantan Ketua Komisi Penyantun Perguruan pada Perguruan Kristen Methodist Indonesia, bermukim di Tepian Bah Bolon pada pinggiran Simalungun di Siantar Estate yang berbatasan dengan Kota Pematangsiantar -
________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Siantar Estate, 17 Oktober 2014
Ramlo R Hutabarat
Share on Google Plus

About chompey

If you need me to solve your problem, just call me... at chompey@ymail.com

1 komentar:

Sry rahayu said mengatakan...

Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Sri Rahayu asal Surakarta, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil di daerah surakarta, dan disini daerah tempat mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Jakarta Timur karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya 0853-1144-2258 atas nama Drs Muh Tauhid SH.MSI beliaulah yang selama ini membantu perjalanan karir saya menjadi PEGAWAI NEGERI SIPIL, alhamdulillah berkat bantuan bapak Drs Muh Tauhid SH.MSI SK saya dan 2 teman saya tahun ini sudah keluar, bagi anda yang ingin seperti saya silahkan hubungi bapak Drs Muh Tauhid SH.MSI, siapa tau beliau bisa membantu anda

Ads Inside Post