Memahami Undang-undang tentang Desa

Oleh : Ramlo R Hutabarat

foto : http://banten.pattiro.org/
Tak elok membanding-bandingkan, memang. Membandingkan tubuh istri tetangga lebih montok dan lebih sintal dari tubuh istri sendiri, bisa kena bacok. Terutama, kalau perbandingan-perbandingan itu dipelihara dalam otak dan pikiran. Membandingkan buah dada Marisa Haq atau buah dada Yuni Shara atau pun buah dada Dessy Ratnasari dengan buah dada istri sendiri, juga bisa berabe bahkan celaka 13. Bisa-bisa selera atau birahi pada istri sendiri jadi hilang dan lenyap. Kalau sudah begini, tak lagi celaka 13. Sudah tergolong kepada celaka 17.

Tapi apa boleh buat. Belakangan saya acap kali melakukan perbandingan-perbandingan.  Barangkali karena dulu memang, saya kerap melakukan studi banding. Beberapa daerah di tanah air pernah saya kunjungi untuk melakukan studi perbandingan. Di masa lalu, pemerintah daerah hobbi melakukan studi banding ke daera-daerah lain. Sekalian menghabiskan anggaran yang tersedia, sambil foto-foto dan poco-poco. Meski hasilnya nihil, tak menjadi soal. Tak penting sekali apa hasil yang didapat dari sebuah studi banding. Yang penting lakukan studi banding dan nikmati uang rakyat.

Membanding-bandingkan kepala desa dan perangkatnya di masa lalu dengan era sekarang, saya memberikan kesimpulan tidak sama alias berbeda. Kenapa berbeda, jawabannya karena zamannya memang berbeda. Jadi nggak boleh disamakan dan tak bisa disamakan. Di masa lalu, menjadi kepala desa atau perangkat desa bisa saja tak apa-apa dan itu tidak akan mengapa-mengapa. Kenapa rupanya. Tapi di masa sekarang, tidak boleh tidak. Kepala desa plus perangkat desa harus tahu banyak dan banyak tahu. Kalau tidak, bisa tidak punya arti apa-apa dan celakanya bisa masuk penjara.

Saya pikir, seorang kepala desa dan perangkat desa (atau apa pun istilahnya di tempat Anda) dalam kesempatan pertama harus memahami Undang-undang tentang desa dan semua yang berkaitan dengan Undang-undang itu. Lengkapnya, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Juga Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2012 tentang Monografi Desa dan Kelurahan, termasuk Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pasar Desa.

Kalau semua itu tidak dipahami, jangan harap bisa menjadi kepala desa atau perangkat desa  yang baik dan benar serta berguna. Boleh jadi, keberadaan kita tidak akan menjadi apa-apa dan warga desa pun akan menyepelekan. Tak akan ada wibawa, dan masyarakat desa pun tidak akan mendapatkan apa-apa.

Seperti yang dicantukam dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, desa perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang utuh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Sementara, kepala desa serta perangkatnya harus mampu untuk mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama.

Kepala desa bersama perangkatnya, juga harus mampu membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka serta bertanggung jawab. Selain, meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum. Juga, memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Dalam kenyataannya, masih terlalu banyak kepala desa apalagi perangkat desa yang belum atau tidak memahami semua itu. Hal ini terjadi justru antara lain karena mereka tidak memahami Undang-undang Noor 6 Tahun 2014 serta segala macam peraturan yang mengikutinya. Sementara, pemerintah daerah agaknya tidak atau belum mensosialisasikan Undang-undang tadi secara merata dan menyeluruh. Boleh jadi hal ini disebabkan alasan yang sangat klasik : keterbatasan dana yang dimiliki.

Karena itulah, para kepala desa beserta Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat desa, perlu melakukan musyawarah dan memutuskan untuk mengadakan buku-buku yang diperlukan. Hasil musyawarah ini dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil usyawarah, dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa dalam menetapkan Kebijakan Pemerintahan Desa.

________________________________________________________________________________________________________________________
Tarutung, 17 September 2014
Ramlo R Hutabarat
________________________________________________________________________________________________________________________
Share on Google Plus

About chompey

If you need me to solve your problem, just call me... at chompey@ymail.com

0 komentar:

Ads Inside Post