Hutan Martimbang di Banuaji II, Kec. Adian Koting Harus Dilindungi.


Hutan Martimbang di Banuaji II, Kec. Adian Koting Harus Dilindungi.

Ø  Pihak Pengelola (Inhutani) mengingkari Kesepakatan
Ø  Dinas Kehutanan Taput diminta proaktif
Ø  Tokoh Masyarakat Banuaji minta beraudiens dengan Bupati Taput

Sehubungan dengan aktifitas pengambilan getah pinus di lembah Martimbang dengan wilayah kerja meliputi areal sekitar 60 Ha dan berada di kawasan Banuaji Kecamatan Adiankoting, belum menemui titik terang.

Aktifitas tersebut memang sudah dihentikan setelah adanya protes dari masyarakat setempat pada tgl 17 Maret 2014 yang lalu, yang dilanjutkan dengan pembicaraan yang intens pada tgl 18 Mater 2014 dan pertemuan lengkap pada tgl 28 Maret 2014, yang dihadiri oleh Dinas Kehutanan Taput, Inutani - Medan, Masyarakat Banuaji dan Tokoh masyarakat setempat.


Inhutani  Mengingkari Kesepakatan.

Salah satu dari beberapa butir kesepakatan pada tgl 28 Maret 2014 tersebut adalah bahwa pihak Inhutani belum diperkenankan mengangkut getah yang sudah terkumpul sebelum ada pembicaraan lebih lanjut dengan penatua desa yang ada di wilayah Banuaji. Namun faktanya Pihak Pengelola yang diwakili oleh P. Sihmmbing, secara diam-diam telah mengangkut puluhan drum getah yang ada di TKP tanpa permisi dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dan hal tersebut dinilai telah melanggar kesepakatan.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya dibeberapa media, dimana pada tgl 28 Maret 2014 yang lalu telah diadakan Pertemuan lanjutan (yang ketiga) yang dihadiri oleh  14 orang Tokoh Masyarakat (Penatua Desa) yang mewakili keseluruhan masyarakat Banuaji yang bemukim di Lembah Martimbang. Sementara dari Pihak Inhutani Sumut, yang sengaja datang dari Medan untuk kasus tersebut, diwakili oleh Bpk Bachtiar Sipayung, Bpk. Simanungkalit dan Bpk Pardamean Sihombing sebagai Koordinator lapangan. Sedangakan dari Pihak Dinas Kehutanan Taput sendiri, diwakili oleh bpk Sinurat dan bpk. Panggabean
.
Setelah semua perwakilan warga menyampaikan pendapatnya, yang intinya menolak keras  dilanjutkannya kegiatan pengambilan getah, dikarenakan mereka sudah mulai merasakan berkurangnya debit air di beberapa Huta/Desa, hal tersebut ditenggarai sebagai sebab akibat dari aktifitas pengambilan getah pinus yg mengakibatkan pohon pinus sudah banyak yg mati atau ditebang.

M. Lbn. Tobing, Penatua dari Banuaji I, peserta yang paling tua, menyampaikan bahwa dari dahulu sejak nenek moyang mereka, Dolok Martimbang tersebut selalu dijaga turun temurun dan tidak pernahmelakukan penebangan yang berakibat pada pengrusakan lingkungan. Sepanjang yang beliau ingat, belum pernah pasokan air seminus sekarang ini walaupun pada musim kemarau yang panjang.

B. Sinaga, mantan Kepdes Banuaji II menyampaikan keberatannya dengan sedikit emosional, mengingat selama menjabat Kepdes Banuaji II beliau ini selalu mengingatkan warganya untuk tidakmerusak kawasan tersebut dengan menebang pohon. Beliau bercerita, bahwa dimasa jabatannya dulu ada warga yang diadukan ke pihak kepolisian hanya karena "Marsoban" (mengambil kayu bakar) yang kebetulan diambil dari Pinus yang tumbang. Lebih jauh, pria yang tinggal di Sitarealaman ini sangat menghawatirkan bahwa pada akhirnya, setelah getahnya diambil lalu Pinus matidan Pinus tersebut akan ditebang; sebagaimana telah terjadi di desa Nahornop - Sitarealaman, Kec. Adiankoting dan sekarang masih dalam persoalan dengan warga disana.

Menanggapi keberatan warga, Bpk Sinurat yang mewakili Dinas Kehutanan menerangkan bahwa pengolahan Pinus dikawasan Martimbang dilakukan sesuai ijin dari Bupati Taput dengan masa kontrak selama 5 thn,terhitung sejak thn 2013 dan bahwa pemanfaatan hasil hutan tersebut sudah sesuai dengan peraturan Menteri Kehutanan. Lebih jauh diterangkan bahwa kawasan tersebut adalah kawasan produksi terbatas yang artinya getah pinus di kawasan itu boleh dan diijinkan untuk diambil.
Sementara pihak Inhutani (Sipayung) menjelaskan bahwa, bahwa Lubang yang di Koak atau dideres nanti nya masih akan tertutup kembali (pulih)dan mengatakan Pinus tidak akan mati, oleh karna itu pihaknya meminta agar pengolahan tersebut boleh dilanjutkan apalagi mengingat ada 14 kk karyawan yang bekerja di areal itu yang butuh penghidupan.

Menanggapi pernyataan Bpk Sipayung, Manson L.Tobing (Pak Rinaldy) , Penatua dari Banuaji IV degan tegas mengatakan; "masyarakat Banuaji bukan tidak memiliki kepekaan sosial terhadap 14KK karyawan yang bekerja diwilayah itu tetapi, jangan gara-gara kepentingan 14KK, ribuan warga akan nantinya menanggung akibat dari kegiatan itu.
"Tumagon ma mate 14KK i daripada haduan ribuan masyarakat na di Banuaji on ( lebih baik mati tidak makan 14 Kk dari pada nanti ribuan warga Banuaji menanggung akibat bencana yang ditimbulkan). Lebih jauh, Pak Rinaldy Tobing menegaskan bahwa tidak benar Pinus yg di Koak/Deres tidak mati karena beliau pernah bekerja sebagai Panderes, apalagi Luka batang disebut bisa pulih/tertutup kembali sebagaimana dikemukakan pihak Inhutani.
"Siapa yang bisa menjamin bahwa Dolok (Gunung) Martimbang yang dikenal Gunung berapi (pasif) ini tidak akan meletus atau longsor setelah aktifitas di kawasan Gunung tersebut?" ujar beliau bertanya.

Dalam pertemuan di Kamp karyawan di Kaki Dolok Martimbang tersebut, sudah diperoleh beberapa fakta dan kesepakatan sebagai berikut;

  1. Bahwa pihak Inhhutani maupun Dinas Kehutanan, tidak dapat menunjukkan Surat Ijin atau Rekomendasi sehubungan dengan aktifitas di areal Dolok Martimbang
  2. Bahwa, pelaksana di lapangan telah mengakui khilaf serta  mohon maaf atas tidak adanya pemberitahuan, sosialisasi dan tidak melibatkan warga bekerja disekitar lokasi
  3. Kegiatan Pengoakan dan Penderesan getah akan dihentikan terhitung sejak tgl 29 Maret 2014
  4. Bahwa getah yang masih berada pada batang Pinus diijinkan untuk dikumpulkan sampai batas waktu paling lama tgl 14 April 2014 dengan catatan Getah yang sudah terkumpul belum boleh diangkut dari lokasi Tempat Kejadian Prkara (TKP)
  5. Bahwa Pihak Inhutani akan melaporkan hasil produksi sejak dimulainya kegiatan dan akan memberikan bagi hasil sebagai ganti rugi yang diperuntukan untuk perbaikan jalan yang rusak, dimana besaran dana atau nilainya akan dibicarakan pada pertemuan selanjutnya.
Dinas Kehutanan diminta Proaktif. 

Hutan sebagai paru paru bumi adalah kawasan alam yang sangat perlu dilestarikan demi kepentingan dan kehidupan masyarakat yang ada disekitarnya dan Dinas Kehutanan merupakan lembaga yang dibentuk oleh negara untuk mengelola ataupun mengawasi keberadaan hutan.

Bahwa hutan yang ada dikawasan Banuaji, khususnya yang ada di lereng Dolok Martimbang dimana persoalan tersebut sudah dilaporkan masyarakat kepada Dinas Kehutanan, seharusnya instansi tersebut lebih proaktif menyelesaikan masalah. Bahwa setelah menungu satu bulan, pihak Inhutani belum memberikan penjelasan atau kabar bagaimana kesepakatan yang telah dibuat akan ditindaklanjuti.

Tokoh Masyarakat Minta beraudiens dengan Pemkab Taput

Adanya kekawatiran sekaligus kesadaran dari masyarakat akan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian haru, terkait dengan rusaknya hutan di wilayah mereka, maka hampir seluruh warga Banuaji I, II dan IV telah menandatangani surat keberatan atas kegiatan di Lembah Martimbang tersebut. Dalam waktu dekat, masyarakat tersebut berencana beraudiens ke Bupati Taput untuk menyampaikan surat keberatan sekaligus meminta agar kelestarian hutan tersebut di SK kan untuk menghindari atau melindungi dari pihak-pihak yang mengambil keuntungan pribadi dari pemanfaatan hutan tersebut.(Jek Tobing)
Share on Google Plus

About Unknown

0 komentar:

Ads Inside Post