Tarutung (DN)
Sehubungan dengan aktifitas pengambilan getah pinus di
kaki/ lembah Dolok Martimbang, Masyarakat Banuaji I, II, dan IV yang menghuni
wilayah disekitar “Dolok“atau Gunung yang dikenal dengan Gunung Berapi (pasif)
tersebut sudah menuai protes keras dari masyarakat.
Protes pertama sudah dilakukan pada 17 maret 2013
dengan mendatangi Kantor Dinas Kehutanan di Tarutung, dimana 14 orang Penatua
Desa (Natua-tua ni huta) yg mewakili masyarakat Banuaji keseluruhan (terdiri
dari 16 Huta) meminta pihak Kehutanan untuk meninjau langsung lokasi kejadian
(TKP). Sementara di TKP ratusan warga juga sedang menunggu. Pada tgl 28 Maret
2014 yang lalu telah diadakan Pertemuan lanjutan, dimana pertemuan tersebut
sudah dihadiri oleh Pihak Inhutani Sumut, yang sengaja datang dari Medan untuk
kasus tersebut, diwakili oleh Bpk Sipayung, Simanungkalit dan Pardamean
Sihombing sebagai Koordinator lapangan. Pihak Dinas Kehutanan Taput sendiri,
diwakili oleh bpk Sinurat dan Sihombing. Pertemuan tersebut, selain penulis
sendiri juga dihadiri oleh beberapa Wartawan seperti Marsihol Hutabarat dan
Richard Silalahi
Setelah semua perwakilan warga menyampaikan
pendapatnya, yang intinya menolak keras
dilanjutkannya kegiatan pengambilan getah, dikarenakan mereka sudah
mulai merasakan berkurangnya debit air di beberapa Huta/Desa, hal tersebut
ditenggarai sebagai sebab akibat dari aktifitas pengambilan getah pinus yg
mengakibatkan pohon pinus sudah banyak yg mati atau ditebang. M. Lbn. Tobing,
Penatua dari Banuaji I, peserta yang paling tua, menyampaikan bahwa dari dahulu
sejak nenek moyang mereka, Dolok Martimbang tersebut selalu dijaga turun
temurun dan tidak pernah melakukan penebangan yg berakibat pada pengrusakan
lingkungan. Sepanjang yang beliau ingat, belum pernah pasokan air seminus
sekarang ini walaupun pada musim kemarau yang panjang.
B. Sinaga, mantan Kepdes Banuaji II menyampaikan
keberatannya dengan sedikit emosional, mengingat selama menjabat Kepdes Banuaji
II beliau ini selalu mengingatkan warganya untuk tidak merusak kawasan tersebut
dengan menebang pohon. Beliau bercerita, bahwa dimasa jabatannya dulu ada warga
yang diadukan ke pihak kepolisian hanya karena "Marsoban" (
mengambil kayu bakar) yg kebetulan diambil dari Pinus
yang tumbang. Lebih jauh, pria yang tinggal di Sitarealaman ini sangat
menghawatirkan bahwa pada akhirnya hutan tersebut akan ditebang; setelah
getahnya diambil lalu Pinus mati sebagaimana telah terjadi sampai saat ini di
Nahornop - Sitarealaman dan sekarang masih dalam persoalan dengan warga disana.
Menanggapi keberatan warga, Sinurat yang mewakili
Dinas Kehutanan menerangkan bahwa pengolahan Pinus di kawasan Martimbang
dilakukan sesuai ijin dari Bupati Taput dengan masa kontrak 5thn, bahwa
pemanfaatan hasil hutan tersebut sudah sesuai dengan peraturan Menteri
Kehutanan. Lebih jauh diterangkan bahwa kawasan tersebut adalah kawasan
produksi terbatas yang artinya getah pinus di kawasan itu boleh dan diijinkan
untuk diambil. Sementara pihak Inhutani (Sipayung) menjelaskan bahwa, bahwa
Lubang yang di Koak atau dideres nanti nya masih akan tertutup kembali (pulih)
dan mengatakan Pinus tidak akan mati, oleh karna itu pihaknya meminta agar
pengolahan tersebut boleh dilanjutkan apalagi mengingat ada 14kk karyawan yang
bekerja yang butuh penghidupan.
Menanggapi hal ini, bpk M. L.Tobing (Pak Rinaldy) ,
Penatua dari Banuaji IV mengatakan; "masyarakat Banuaji bukan tidak
memiliki kepekaan sosial terhadap 14KK karyawan yang bekerja diwilayah itu
tetapi, jangan gara-gara kepentingan 14KK, ribuan warga akan menanggung akibat
dari kegiatan itu. "Tumagon ma mate 14KK I daripada haduan ribuan
masyarakat na di Banuaji on ( lebih baik mati tidak makan 14 Kk drpd nanti
ribuan warga Banuaji menanggung akibat bencana yang ditimbulkan). Lebih jauh, Pak
Rinaldy Tobing menegaskan bahwa tidak benar Pinus yg di Koak/Deres tidak mati
karena beliau pernah bekerja sebagai Panderes, apalagi Luka batang
pulih/tertutup kembali sebagaimana dikemukakan pihak Inhutani. "Siapa yang
bisa menjamin bahwa Dolok (Gunung) Martimbang yg dikenal Gunung berapi (aktif)
ini tidak akan meletus atau longsor setelah aktifitas di kawasan Gunung
tersebut?" ujar beliau bertanya.
Dalam pertemuan di Kamp
karyawan di Kaki Dolok Martimbang tersebut diperoleh beberapa fakta dan
kesepakatan sebagai berikut;
- Bahwa pihak Inhhutani maupun Dinas Kehutanan, tidak dapat
menunjukkan Surat Ijin atau Rekomendasi sehubungan dengan aktifitas di
areal Dolok Martimbang
- Bahwa, pelaksana di lapangan mengakui serta mohon maaf atas tidak
adanya sosialisasi dan atau melibatkan warga bekerja disekitar lokasi
- Kegiatan Pengoakan dan Penderesan getah akan dihentikan terhitung
sejak tgl 29 Maret 2014
- Bahwa getah yang masih berada pada batang Pinus diijinkan untuk
dikumpulkan sampai batas waktu paling lama tgl 14 April 2014 dengan
catatan Getah yang sudah terkumpul belum boleh diangkut dari lokasi (TKP)
- Bahwa Pihak Inhutani akan melaporkan hasil produksi sejak
dimulainya kegiatan dan akan memberikan bagi hasil sebagai ganti rugi
kepada masyarakat Banuaji yang besarnya atau nilainya akan diberitahukan pada
pertemuan selanjutnya. (Jek Tobing, SE & Marsihol)
1 komentar:
Hati2 ! dolok martimbang itu adalah gunung berapi aktif. klu meletus 15%ke Tarutung sasaran.85% lagi kedesa yg ada dilereng gunung yaitu banuaji. Cepat hentikan kegiatan yg ada disana.kigiatan apapun namanya.Pejabat sebaiknya lebih arif.
Posting Komentar