Allah telah mengharamkan bangkai, darah yang mengalir keluar, dan daging babi. Akan tetapi, perkataan para ilmuwan
Barat itu dari sisi ilmu, bukan agama, karena mereka mana peduli dengan yang disebut oleh Alquran. Di sinilah para ilmuwan Islam
ditantang peran sertanya. Saat ini sedikit sekali ilmuwan Islam yang peduli tentang babi.
Bagi mayoritas rakyat Indonesia yang sebagian besar muslim, mendengar kata babi langsung terpampang suatu makhluk gemuk, dengan moncongnya yang khas, menjijikkan, dan salah satu hewan yang paling "disisihkan". Wajar, alasannya sejak kecil selalu didoktrin bahwa babi adalah makhluk haram. Jangankan memakannya, menyentuhnya pun merupakan suatu pelanggaran.
MENURUT Dr. Muladno, ahli genetika molekuler di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, mengapa babi haram akan terbukti dalam beberapa tahun ke depan. Tepatnya ketika babi sudah "dimanusiakan". Dan saat ini, tanpa banyak yang mengetahui, proses "memanusiakan babi" sudah mulai dilakukan oleh sejumlah ilmuwan di dunia barat. "Memanusiakan babi", ujar Muladno, lebih mengarah pada proses genetik dari babi itu sendiri. "Bahasa ilmiahnya adalah babi transgenik," kata Muladno. Putra Kediri kelahiran 24 Agustus 1961 itu menyebutkan bahwa munculnya ide "membuat" babi transgenik yaitu berangkat dari permintaan organ tubuh manusia. Muladno menjelaskan organ tubuh babi, khususnya ginjal, mirip dengan ginjal manusia.
"Besar, bentuk, ukuran, dan fisiologi sejumlah organ babi mirip dengan manusia. Selain itu, juga lebih bersih dari ginjal hewan lainnya yang pernah dicoba ditransplantasikan ke manusia," beber Muladno. Kata "lebih bersih" yang dimaksud Muladno bahwa penggunaan organ ginjal babi lebih bagus daripada kebanyakan primata. Dalam catatannya, setiap tahun jumlah orang yang ingin ginjalnya diganti (karena gagal ginjal) terus meningkat. Namun, "stok" ginjal yang ada hanya bisa mencukupi 27-30 persennya. Stok itu biasanya diperoleh dari para donor yang memang ingin menjualnya (rata-rata karena butuh uang) atau "diambil" dari para napi, gelandangan, dan lain-lain. Itu sudah rahasia umum.
Oleh karena itu, sejak tahun 1964, sejumlah riset dilakukan untuk mencari alternatif lain memperoleh ginjal. Mulai dari babon, simpanse, domba, dan babi sudah dilakukan. Awalnya pernah dicoba pakai organ simpanse, tapi pasien hanya bertahan hidup 2 jam. Lalu beralih ke babon, tapi hasilnya sama. Domba pun pernah dicoba, tapi langsung "game". Titik terang mulai muncul pada awal tahun '80-an. Babon kembali dicoba dan tahan 6 jam. Lalu, simpanse dan bertahan 4 hari. Primata masih menjadi pilihan karena unsur "kekeluargaannya" masih dekat dengan manusia. Untuk itu, dicoba lagi babon pada tahun 1984 dan bisa hidup 4 hari. Setelah sekian lama, muncul gebrakan baru pada tahun '90-an akhir, dengan menggunakan organ ginjal babi dan bertahan 1 bulan. Sejak itu, harapan para ilmuwan tentang organ alternatif mulai naik. "Babi kalau nyrocot (melahirkan -red.) langsung 12-18 anak, dengan kehamilan 6 bulan. Coba babon, dalam 2 tahun mungkin hanya satu, apalagi babon salah satu hewan dilindungi karena hampir punah. Beda dengan babi, mau dipotong dalam jumlah banyak pun tidak masalah. Tidak pernah ada perlindungan untuk babi," kelakar Muladno.
SEJAK munculnya penemuan baru itu, orang-orang mulai optimistis untuk memanfaatkan babi sebagai "pendonor" organ tubuh untuk manusia. "Jadi sekarang babi jadi primadona karena peluangnya lebih besar. Penelitian besar-besaran di negara Barat pun dilakukan. Setidaknya 500 ribu babi telah dibunuh untuk bahan percobaan, sedangkan babon hanya 300 ekor. Walau sebanyak itu dipotong, toh babi itu tidak habis-habis," ulas Muladno. Penemuan fenomenal itu masih menghadapi kendala karena organ babi itu ketika ditransplantasikan ke manusia, mengalami penolakan karena immune system-nya. "Pertanyaan selanjutnya, bagaimana agar organ babi yang sistem imunasinya berbeda tadi bisa diterima manusia," tambah Muladno.
Dari hasil penelitian, ditemukanlah biang penolakan tersebut, yaitu Hyper Acute Rejections (HAR). "Kini para ilmuwan di Barat sana sedang getol-getolnya mengatasi HAR ini," ucapnya. Hal itu dilakukan agar organ babi itu bisa masuk dan cocok ke tubuh manusia. Caranya ialah dengan memindahkan gen manusia ke dalam babi sehingga tercipta babi transgenik. Dengan harapan, sistem imunasi babi yang tadinya ditolak maka dengan ada gen dari manusia itu bisa diterima tubuh manusia.
Penelitian lebih lanjut terungkap, untuk menghasilkan organ babi yang siap ditransplantasi ke tubuh manusia, tidak cukup memindahkan satu gen saja. Jumlahnya tergantung pada gen-gen apa saja yang harus dipindah agar organ yang ditolak tadi bisa diterima di tubuh manusia. "Jadi, bila nanti semua gen-gen yang dibutuhkan organ babi tadi untuk bisa diterima tubuh manusia sudah dipindahkan ke babi, babi transgenik itu akan mengandung banyak sekali gen manusia," beber Muladno. Gen-gen itu tadi akan menghasilkan protein. Protein adalah suatu produk yang membentuk daging, rambut, organ-organ tubuh, dan lain-lain. "Itu artinya babi-babi transgenik itu dagingnya seperti daging manusia, organ tubuhnya juga mirip manusia. Jadi bisa disebut 'memanusiakan babi'. Itu jawabannya," tegas Muladno. "Nah, kini ilmuwan-ilmuwan sedang berlomba-lomba ke sana. Ini mulai marak sejak tahun 1995. Bahkan, tahun 2000-an, orang sudah yakin sehingga ada yang telah berniat membuat pabrik organ babi melalui penangkaran babi transgenik itu," imbuh Muladno, yang merupakan satu-satunya peneliti babi beragama Islam di Laboratorium Hewan Babi di IPB.
Bila penyusun tubuh babi sudah seperti manusia, bisa dibayangkan apa yang terjadi, apalagi jika melihat pertumbuhan babi yang begitu cepat. "Efeknya macam-macam, termasuk kanibalisme. Wong manusia makan daging 'manusia'. Tapi yang jelas, semua penyakit yang ada di babi, tingkat penularannya ke manusia akan lebih cepat. Bisa dibayangkan bila nanti jumlahnya sudah mencapai jutaan ekor," katanya.
Mungkin sekarang, babi yang "dimanusiakan" itu masih dalam lingkungan terbatas karena dikerangkeng dan dipisahkan. Akan tetapi, jika pada suatu keadaan tertentu, babi-babi itu lepas -- bisa karena gempa sehingga kandangnya rusak lalu kabur atau kejadian lainnya -- lalu kawin dengan babi normal, bisa dibayangkan apa yang bakal terjadi. Untuk mengawinkan babi sangat mudah, apalagi babi bukanlah hewan yang setia dengan pasangannya. "Sekali mbrojol, setelah hamil 16 bulan, yang keluar 12-18 ekor. Jika babi transgenik tadi kawin dengan babi normal, keturunannya tidak bisa dibedakan secara fisik. Jadi, dalam bayangan saya 50 tahun ke depan, ilmuwan-ilmuwan seluruh dunia akan bilang 'Hati-hati, jangan makan daging babi!'," kata Muladno.
Jadi, apa yang difirmankan Allah SWT dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 17 yang berbunyi "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepadamu bangkai, darah yang mengalir keluar, dan daging babi", telah terbukti. "Akan tetapi, perkataan para ilmuwan Barat itu dari sisi ilmu, bukan agama, karena mereka mana peduli dengan yang disebut oleh Alquran. Di sinilah para ilmuwan Islam ditantang peran sertanya. Saat ini sedikit sekali ilmuwan Islam yang peduli tentang babi. Harusnya merekalah yang paling peduli," tutup Muladno yang bergegas menuju ruangan seminar yang membahas tentang biomolikuler, di SEAMEO BIOTROP, Bogor.
_________________
Tuhan adalah Gembalaku, Ia adalah gunung batuku.
dikutip dari :
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar