Tarutung (KM/Orbit/DN/IN)
Ternyata sebutan sebagai “Yang Terhormat” tidak dapat serta merta dijadikan gelar yang melekat disetiap anggota dewan perwakilan rakyat, terutama di Tapanuli Utara. Pasalnya, gelar tersebut bisa menjadikan kalangan anggota legislatif di DPRD Tapanuli Utara memiliki prilaku maupun etika "tinggi hati". Hal ini dapat disimpulkan dari tindakan beberapa oknum wakil rakyat dilembaga legislatif itu cenderung mengecewakan rakyat di wilayah itu.
Terdeteksi selama tiga tahun terakhir masa periode DPRD Taput 2009-2014, sejumlah oknum anggota dewan itu telah menunjukkan sikap-sikap yang arogan, hingga memicu sorotan negatif publik.
Sebagaimana dihimpun Orbit Digital, Minggu (19/1), pada tahun 2012, sedikitnya tiga oknum wakil rakyat daerah itu terpaksa bermasalah dengan hukum di antaranya, Mosir Simbolon yang tersandung perbuatan tidak menyenangkan dan dilaporkan seorang warga Jumaga Hutabarat ke pihak polisi.
Kemudian Jonggi Tobing dilaporkan oleh warga lainnya, Anggi Tanjung atas kasus penganiayaan. Begitu juga dengan, Dorgis Hutagalung yang juga dilaporkan dalam kasus penganiayaan terhadap Sofian Rudi Sinambela di penghujung tahun 2012.
Sementara pada tahun 2013, oknum anggota DPRD Taput berinisial TBS juga sempat menjadi tersangka atas kasus penganiayaan terhadap istrinya, Evalina Pakpahan. Peristiwa itu terjadi pada bulan Mei. Selain sejumlah kasus yang mencerminkan arogansi oknum wakil rakyat itu, kekecewaan masyarakat juga tertuju kepada dua oknum anggota DPRD Taput, masing masing Jhonson Siregar dan Roy Sahat Siregar atas ketidakhadirannya dalam agenda kunjungan kerja pada awal Agustus 2013. Sejumlah oknum anggota DPRD Taput juga terindikasi terlibat dalam beberapa kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani penyidik dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarutung.
Menyikapi indikasi negatif oknum anggota DPRD Taput itu, Koordinator Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Taput, Chompey Sibarani kepada Orbit Digital menegaskan, DPRD Taput pantas mendapat ‘Raport Merah” terkait banyaknya anggota dewan yang terseret persoalan hukum. “Jadi kondisi ini harus diketahui publik, bahwa inilah faktanya sebutan bagi anggota dewan yang terhormat itu,” katanya.
Menurut Chompey, amanah yang diberikan oleh rakyat ternyata belum mampu sepenuhnya diemban kalangan dewan yang sampai saat ini masih duduk di kursi kehormatannya. Justru menjadikan mereka arogan. “Kondisi ini tentu akan menjadi sejarah suram lembaga tersebut,” ujar Chompey.
PEMILUKADA
Menurut Chompey, persoalan demi persoalan yang dapat dinilai sebagai rapor merah legislatif, juga terlihat padakekisruhan proses pelaksanaan Pemilukada Taput yang saat ini masih di meja Sidang Mahkamah Konstitusi. Kalau persoalan yang menyangkut kriminalitas jelas akan terlihat oleh publik. Namun, permasalahan Pemilukada Taput sulit terdeteksi, meskipun sebenarnya kalangan legislatif diduga turut berperan dalam melakukan tindakan arogansi yang merugikan rakyat.
Disebutkan, dalam perhelatan Pemilukada Taput, seharusnya DPRD Taput menjalankan fungsinya sebagai pengawas semua tahapan pelaksanaan pemilihan sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan PemberhentianKepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Dalam UU tersebut juga ditegaskan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) tetap berkewajiban memberikan laporan penyelenggaraan kepala daerah kepada lembaga rakyat di legislatif.
Kedepan, Chompey mengharapkan, agar masyarakat lebih jeli memilih para wakilnya di Dewan. "Jangan mau diperalat oleh money politics, karena itu bisa mengakibatkan para dewan tidak fokus kepada tugas dan fungsi utamanya menjadi wakil rakyat", ucap Chompey. "Tentunya kita menginginkan semua stake holder penyelenggara negara bebas dari KKN dan benar-benar berbuat untuk Bangsa dan Negara", lanjutnya menutup pembicaraan. (Laporan|Rinto Aritonang/editor Delon)
0 komentar:
Posting Komentar