Medan-ORBIT:Kekecewaan rakyat atas tindakan PT Toba Pulp Lestari (TPL) kian memuncak. Puluhan elemen rakyat yang terdiri atas utusan masyarakat korban PT TPL dan Organisasi lainnya, membuat petisi menuntut perusahaan bubur kertas itu ditutup.
Informasi dihimpun Harian Orbit, hingga Kamis (15/11), korban PT TPL berasal dari Kabupaten Humbahas, Taput, Tobasa, Simalungun, Dairi, Tapsel, Pakpak Bharat, organisasi mahasiswa, organisasi rakyat, akademisi, tokoh agama dan NGO membentuk Sekretariat Bersama (Sekber) atas persoalan PT TPL dengan rakyat.
Diberi nama Sekber Gerakan Rakyat Tutup PT TPL, telah mengadakan berbagai konsolidasi. Perwakilan Sekber, Tongam Panggabean kepada wartawan menilai rangkaian tindakan PT TPL yang merusak lingkungan dan merampas hak-hak masyarakat adat (masyarakat lokal) mengindikasikan paradigma baru yang selama ini didengungkan PT TPL hanya slogan semata.
“Mentalitas dan sifat lamanya tetap tidak berubah. Hingga saat ini tercatat berbagai tindak pengerusakan hutan dan lingkungan semakin marak terjadi,” ungkap Tongam.
Demikian halnya dengan perampasan tanah-tanah adat yang diduga dibacking aparat keamanan. Dikatakan Tongam, back-up aparat itu berujung pada kriminalissi terhadap masyarakat yang mempertahankan hak-haknya di delapan kabupaten di Sumut.
Sanksi Tegas
Dengan berlindung di balik konsesi dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut), katanya, PT TPL membawa dampak-dampak yang negatif. Di antaranya, bencana dan kerusakan lingkungan akibat penebangan dengan sistem tebang habis.
Kemudian, terganggunya Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengakibatkan banjir dan longsor, punahnya tanaman endemik berupa kemenyan yang merupakan mata pencarian utama masyarakat secara turun-temurun.
“Kita juga tidak melupakan punahnya hewan/species langka yang harus dilindungi, timbulnya penyakit ispa dan gatal-gatal ketika menggunakan air sungai, polusi udara lewat bau busuk yang sangat tajam dan membuat gangguan kesehatan dan hasil produksi pertanian yang menurun akibat munculnya hama dan penyakit tanaman (padi dan kopi),” ungkap Tongam.
Di sisi lain, Sekber juga menilai pemerintah justeru turut menjadi sumber permasalahan. Selain kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menguntungkan dan semakin memberi kewenangan kepada PT TPL untuk merampas hak masyarakat.
Pemerintah hingga saat ini belum berani memutuskan solusi yang konkrit dan adil bagi masyarakat adat yang selama ini dirampas tanah dan hak-hak adatnya.
Menurut Tongam, pemerintah mengabaikan hak-hak masyarakat yang telah menjadi korban, sebaliknya justru berpihak kepada PT TPL. Kemenhut tidak pernah memberikan sanksi yang tegas dan terbuka terhadap izin konsesi Kepada PT TPL berdasarkan peraturan yang sudah ada.
Di antaranya, terhadap Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No: 493/Kpts-II/1992, tentang Pemberian Hak pengusahaan HTI kepada PT Inti Indorayon Utama seluas 269.060 hektar.
Faktanya kata Tongam, Menhut tidak pernah berani mencabut izin konsesi PT TPL meskipun telah terbukti mengusahai hutan alam di luar izin/konsesi yang diberikan sebagaimana sanksi pencabutan yang diatur dalam PP No 6 tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
Tarik Brimob
Parahnya, sambung Tongam, PT TPL sesungguhnya telah mengingkari kewajiban untuk menata batas areal konsesinya 36 bulan sejak diterbitkan izin HPH-TI pada tahun 1992 sebagaimana diatur di dalam SK Menhut No. 493/Kpts-II/1992 tentang izin Indorayon.
Selain itu, PT TPL juga telah melanggar Permenhut No. P.47/Menhut-II/2010 tentang Panitia Tata Batas, Permenhut No. P. 50/Menhut-UU/2011 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, SK Gubsu No 188.44/813/Kpts/2011 tentang Pembentukan Panitia Tata Batas Kawasan Hutan Se-Sumut.
“Dan terakhir Instruksi Menhut No. SE-1/Menhut-II/2012 tentang Penataan Batas Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hutan,” kata Tongam.
Kenyataannya, sampai 20 tahun beroperasi, tidak ada tindakan tegas dari pemerintah berupa sanksi penutupan PT TPL atas berbagai permasalahan yang ditimbulkan.
Berdasarkan kondisi itu pula, kata Tongam, Sekber mendesak kepada pemerintah untuk segera menutup PT TPL serta mencabut izin konsesi HPH/HTI PT TPL di Sumut.
Sekber juga meminta dikembalikannya tanah adat milik rakyat yang diklaim sebagai konsesi PT TPL. Pemerintah juga dituntut harus mengakui dan melindungi tanah adat di Sumut.
“Kita juga meminta agar menarik segera aparat Brimob yang diduga melindungi operasional PT TPL di Sumut,” tukas Tongam.
Menanggapi hal tersebut, Humas PT TPL Chairudin Pasaribu saat dihubungi Harian Orbit melalui selularnya mengatakan, jika sejumlah elemen ataupun Lembaga Swadaya Masyrakat(LSM) tersebut menyatakan melakukan penolakan terhadap berdirinya PT TPL, setidaknya dilakuan secara elegant. Dan kita juga tidak membatasi hal tersebut,karena memang inilah demokrasi.
“Kita terima jika memang mereka melakukan penolakan. Akan tetapi perlu juga dipahami, penyampaian mereka harus sesuai dengan bukti dan berada di jalurnya,” katanya.
Chairuddin menambahkan PT TPL berdiri bukan secara ilegal, tetapi memiliki alas hukum dan izin-izin yang lengkap dari pemerintah. Selama ini sudah melakukan sesuai prosedur dan proses produksinya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada.Om-27
Home / Uncategories / Rakyat dan Organisasi Mahasiswa Buat Petisi, Cabut Izin Konsesi & Tutup PT TPL
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar:
Posting Komentar